jpnn.com, SURABAYA - Doktor Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto mengatakan negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin harus berkolaborasi untuk menentukan masa depan dunia.
Hasto menilai hal itu pernah terwujud dalam semangat Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 dan Gerakan Non Blok (GNB).
BACA JUGA: Lihat Efek Konferensi Asia Afrika, Pakar dari Berbagai Negara Lakukan Penelitian
Dia juga menerangkan teori geopolitik Soekarno mendorong adanya kekuatan baru untuk menjaga perdamaian dunia.
Hal itu disampaikan Hasto dalam paparannya pada sesi di Konferensi “Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective” di Surabaya, Jumat (11/11).
BACA JUGA: Historical Walk, Ketua MPR Ingin Semangat Konferensi Asia Afrika Kembali Digaungkan
Hasto memaparkan teori yang ditemukannya dan menjadi karya disertasinya di Universitas Pertahanan (Unhan).
Hasto mengatakan harus dipastikan adanya stabilitas politik Asia dan prinsip hidup berdampingan secara damai diwujudkan.
BACA JUGA: Anak Buah Brigjen Sambodo Tangkap Pelaku Tutup Jalan Asia Afrika untuk Balap Liar
“Serta tekad untuk membangun persaudaraan dunia tanpa perang harus dibangun ke dalam budaya Asia yang menjadi dasar filosofi penyelenggaraan negara,” kata Hasto.
Kedua, dalam upaya ini, semua diplomasi luar negeri, pertahanan, perdagangan, dan diplomasi budaya, diarahkan untuk lebih mewujudkan karya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, dan penghormatan terhadap kesetaraan.
Ketiga, melihat tantangan-tantangan yang ada, dunia yang dipelopori oleh Asia harus mencari solusi pangan dan energi.
“Di sinilah Asia harus bersatu dan merangkul kekuatan Afrika dan Amerika Latin serta negara-negara cinta damai, untuk mengatasi krisis pangan, energi, dan ekonomi dunia,” ujarnya.
Keempat, pentingnya memprioritaskan negosiasi untuk pengurangan belanja militer, pencegahan senjata pemusnah massal. Hasto menilai keempat unsur itu harus selalu dikampanyekan.
Di sisi lain, penguatan PBB untuk mendorong reformasi sistem keamanan dan ekonomi dunia.
“Dan ini untuk mencegah konflik di seluruh belahan dunia. Berdasarkan agenda tersebut, pemikiran Soekarno untuk mereformasi PBB realistis untuk dimunculkan kembali,” tegasnya.
Selanjutnya, dalam hal geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi, harus ada pengakuan bahwa setiap negara adalah unik.
Keunikan ini karena perbedaan sumber daya alam, kemampuan teknologi dan ekonomi, akses pasar, dan sumber daya permodalan yang dapat menjadi modal dasar bagi suatu kerja sama.
“Selain itu, kerja sama harus diperkuat untuk mempromosikan isu ekologi dan mengurangi semua dampak pemanasan global,” imbuh Hasto.
Keenam, lanjut Hasto, setiap bangsa diminta untuk memajukan kerja sama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan pada kemanusiaan, termasuk pentingnya alih teknologi dalam rangka memperjuangkan taraf hidup umat manusia.
“Struktur keuangan dunia perlu dipikirkan kembali. Apa yang diprakarsai oleh Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan melalui pendirian New Development Bank. Usulan ini sangat menarik untuk mengatasi berbagai wajah kolonisasi baru yang muncul akibat dominasi modal yang tidak adil, serta kolonialisme data,” urai Hasto.
Yang jelas, lanjut Hasto, seluruh gagasan di atas membutuhkan kehadiran seorang pemimpin negarawan yang memiliki visi membangun dunia baru, dan memiliki karakter untuk mempromosikan kolaborasi, kerjasama antarbangsa, dan keyakinan bahwa manusia adalah penghuni planet yang sama.
“Atas dasar itu, dengan cerahnya masa depan dunia di Asia, hal ini menjadi tantangan agar Asia tidak melakukan disrupsi dengan cara yang sama,” kata Hasto.
Hasto menerangkan Asia bersama Afrika dan Amerika Latin dalam semangat Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Nonblok, serta Konferensi Tri-Kontinental harus bersatu untuk mengubah dunia.
"Mengedepankan wajah kemanusiaan, kerja sama ekonomi yang adil, dan berbagi kemakmuran. Pada akhirnya, pelestarian bumi, keselamatan alam semesta, harus diperjuangkan bersama karena kita hidup di planet yang sama,” pungkas Hasto.
Anggota delegasi Brasil Beatriz Bissio mengatakan dirinya akan menularkan semangat baru kebangkitan GNB ke negaranya dan kawasan Amerika Selatan lainnya.
“Membawa pesan bahwa kita harus berjuang untuk masa depan. Kita harus yakin dengan kekuatan sendiri dan kita dapat memulai jalur konkret untuk memajukan diri kita,” kata Beatriz.
Menurutnya, selama ini sudah ada pergerakan sosial, perempuan, dan lainnya dari bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Namun selama ini gerakan itu belum sepenuhnya didengar.
“Jadi, dengan semangat baru ini, dengan legacy (KAA) Bandung dan Gerakan Non Blok, kita punya alat untuk mengubah dunia,” tegas Beatriz.
Sementara inisiator Konferensi Bandung-Belgrade- Havana, Darwis Khudori mengatakan satu hal yang kini menjadi tantangan bagi bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Menurut Khudori tantangan itu ialah menemukan kepemimpinan baru yang bisa menggerakkan solidaritas. Dahulu, di generasi pertama pimpinan negara Asia, Afrika, Latin, ada sosok seperti Soekarno, Nehru, hingga Fidel Castro. Mereka bisa menggerakkan solidaritas itu.
Namun makin ke sini, pemimpin generasi kedua dan ketiga, ternyata kerap dianggap kurang bisa mengangkat kembali semangat solidaritas bangsa-bangsa Asia, Afrika, Latin, dan yang tergabung dalam GNB.
“Maka menjadi tantangan ke depan bagaimana ada sosok pemimpin yang bisa menggaungkan kembali solidaritas itu,” tegas Darwis.
Acara Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective merupakan tapak tilas KAA 1955.
Pemhukaan dilakukan di Jakarta pada beberapa hari lalu. Setelahnya, peserta berangkat di Bandung, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), membahas langkah-langkah berbasis semangat Konferensi Asia Afrika 1955. Setelah itu rombongan ke Surabaya, dan selanjutnya akan ke Bali.
Para peneliti yang diajak dalam program ini antara lain ialah Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Burkina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India). (tan/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penemuan Bahan Peledak dan Senpi di Jalan Asia Afrika Bandung, Polisi Ungkap Fakta Ini
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga