jpnn.com - Presiden Joko Widodo menuai banyak pujian karena pidatonya di forum IMF-World Bank di Bali yang mengangkat analogi 'Game of Throne' sebagai refleksi atas perang dagang negara-negara besar.
Namun menurut Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan, jika disimak, pidato presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi, justru menunjukan sikap suatu negara yang tak memiliki kepercayaan diri.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Jokowi Serahkan Langsung Bonus Atlet APG
"Ada dua hal yang dapat menjelaskan hal tersebut," kata Heri dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/10).
Pertama, katanya, alih-alih optimisme, sebenarnya pidato Jokowi di forum IMF menyiratkan kecemasan yang akut atas situasi ekonomi global. Sekaligus menunjukan Indonesia tak percaya diri dengan jalan kebijakan ekonominya.
BACA JUGA: Jokowi Merasa Satu Visi dengan Yayasan Bill Gates
"Meskipun pemerintah sempat menampilkan drama 'rupiah baik-baik saja', tapi drama tersebut terpaksa dihentikan. Karena memang kenyataan di mana rupiah semakin terdepresiasi, tidak dapat ditutup-tutupi lagi. Sehingga, pidato presiden tersebut cermin dari mental pemimpin yang inferior atau bermutu rendah," ujar anggota komisi yang membidangi keuangan dan perbankan.
Politisi Partai Gerindra ini memandang, karena kepercayaan diri pemerintah terus terkikis, akhirnya hal ini tercermin dalam pidato di forum IMF yang meminta agar negara-negara besar paham dan mengerti terhadap situasi yang dihadapi negara-negara berkembang.
BACA JUGA: Kritik Fadli Zon untuk Pidato Jokowi Sitir Game of Thrones
Kedua, kata Heri, semestinya karena Indonesia menjadi tuan rumah, kritik terhadap IMF yang pernah disampaikan Jokowi pada 2015, dapat disampaikan langsung dalam forum tersebut. Isu ketidakadilan global, ketimpangan, serta kritikannya atas dominasi negara-negara besar dalam arsitek keuangan global, mestinya kembali disuarakan.
"Indonesia dapat menjadikan forum itu untuk mendorong agenda reformasi peran IMF dan WB yang semakin tidak relevan di era baru ini. Juga mendorong agar emerging markets diberikan porsi yang lebih luas dan strategis dalam organisasi IMF dan WB," tutur legislator asal Jawa Barat ini.
Perihal Jokowi menyitir isilah 'winter is coming', dia mengatakan anologi dari adanya musuh besar yang akan datang memporak-porandakan ekonomi negara, sebenarnya bukan sesuatu yang baru apalagi mengejutkan.
Dalam konteks Indonesia, jelasnya, Prabowo Subianto justri sudah lebih dahulu mengingatkan bahwa masa-masa kelam akan datang jika kita tidak bersiap.
"Itu yang disiratkan Pak Prabowo dalam pidato 2030 Indonesia bubar, yang dikecam habis-habisan oleh pemerintah. Jadi, jika Jokowi saat ini baru menyampaikan kecemasan tersebut, Pak Prabowo sudah jauh sebelumnya. Yang membedakan keduanya adalah; Pak Prabowo gemar membaca buku sehingga merujuk pada buku, kalau Pak Jokowi merujuk kepada film," tandasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Sampaikan Lima Usulan di ASEAN Leaders Gathering
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam