jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Timur XI, Moh Nizar Zahro meminta Kiai Ma'ruf Amin yang maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo di Pilpres 2019, tidak menarik Nahdlatul Ulama (NU) ke ranah politik praktis.
Nizar mengungkap hal ini sebagai respons pernyataan Kiai Ma'ruf di Arab Saudi yang menyebut bahwa PBNU akan mengerahkan jajaran dari pusat sampai daerah untuk memenangkan pasangan calon yang ada wakil dari NU.
BACA JUGA: Rencana Periksa Sandiaga, Polda Tunggu Sikap Mabes Polri
"Saat ini mayoritas warga nahdiyin lebih memilih tetap berada dalam khitah. Maka sebaiknya KH Ma'ruf Amin tidak mengklaim dukungan NU secara organisatoris," ucap politikus yang juga warga NU kultural ini kepada JPNN, Minggu (19/8).
Dalam pandangannya, hingga sekarang NU masih dalam garis khitah untuk tidak terlibat dalam politik praktis. Sehingga jika ada pihak yang membawa-bawa NU dalam dukungan politik praktis, maka hal tersebut bertentangan dengan khitah NU.
BACA JUGA: Kasihan Pak Jokowi, Babak Belur
Jika NU tetap ingin mempertahankan khitahnya, lanjut Nizar, hendaknya siapa pun pengurus NU yang terlibat dalam politik praktis diminta untuk mengundurkan diri. Jangan sampai nama besar NU dipertaruhkan dalam ajang kontestasi yang akan melahirkan kalah atau menang. Karena jika sampai kalah, maka seluruh NU-lah yang dipermalukan.
Dia mengingatkan jangan sampai kasus Pilpres 2004 terulang kembali. Waktu itu KH Hasyim Muzadi (alm) sebagai cawapres Megawati kalah dalam kontestasi pilpres. Kasus tersebut masih menjadi beban NU, di mana setiap ada kontestasi pilpres yang melibatkan tokoh NU, maka kasus tersebut diungkit kembali.
BACA JUGA: Pak Jokowi Yakin Ahoker Akan Dukung Maruf Amin?
"Sudah tepat kiranya, NU kembali ke khittah. Tidak lagi bertarung dalam kontestasi politik. Kader NU dapat berkiprah dari kelompok politik mana pun, tetapi tidak membawa nama besar NU," tambah ketua DPP Gerindra ini. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PIRA DKI Rekrut Emak-Emak demi Menangkan Prabowo-Sandi
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam