Gibran Menguat ke Bursa Pilpres 2024, Hendardi: MK Bisa Menjadi Antitesa Kehendak Rezim

Rabu, 16 Agustus 2023 – 17:17 WIB
Ketua SETARA Institute Hendardi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mengatakan bergabungnya Partai Golkar dan PAN ke koalisi Gerindra-PKB, banyak dianggap sebagai keberhasilan Jokowi dalam mencetak peran baru sebagai sentrum kontestasi Pilpres 2024, sekalipun melampaui standar etik politik kepartaian dan kenegaraan.

Menurut Hendardi, meskipun selalu dibantah, dengan segenap kuasa yang digenggam dan jebakan kasus-kasus hukum yang melilit sejumlah elite, Jokowi dengan mudah mendisiplinkan beberapa ketua umum partai politik untuk sebaris dengan kehendaknya.

BACA JUGA: Hendardi Soroti Respons Presiden Jokowi Atas Kisruh KPK-TNI

“Indikasi keberhasilan kerja politik Jokowi untuk menggemukkan koalisi yang mengusung Prabowo Subianto juga sejalan dengan operasi politik lain dengan menggunakan tangan Mahkamah Konstitusi, yang menguji norma dalam UU Pemilu terkait batas usia Capres dan Cawapres,” ujar Hendardi, Rabu (16/8).

Menurut Hendardi, sekalipun belum tentu ditujukan untuk kepentingan Gibran Rakabuming Raka, sulit bagi publik untuk tidak mengaitkan uji materi ini dengan upaya sistematis memuluskan jalan bagi anak presiden, yang belum genap lima tahun belajar memimpin sebuah kota kecil di Jawa Tengah.

BACA JUGA: KPK Meralat Penetapan Tersangka Oknum TNI, Hendardi Bereaksi, Tegas

Saat ini, menurut Hendardi, tiba-tiba hasil survei yang mengunggulkan Gibran sebagai Cawapres paling populer menjadi pendamping Prabowo Subianto, dirilis dan diamplifikasi untuk memperkuat kelayakan elektoral putra Jokowi.

“Bahkan popularitas Gibran di angka  66,5 persen dengan tingkat kesukaan 82,6 persen melampaui Erick Thohir, Muhaimin Iskandar dan Airlangga Hartanto, meskipun tiga sosok terakhir ini memiliki mesin politik dan sebaran kader seluruh Indonesia,” ujar Hendardi.

BACA JUGA: Punya Hubungan Dekat, Erick Thohir Potensial Mendampingi Prabowo

Menurut Hendardi, survei dengan mempromosikan kandidat yang tidak memiliki syarat usia berdasarkan UU, memang tidak salah tetapi jelas tidak kondusif bagi upaya pematuhan rule of the game Pilpres, yang sudah ditetapkan dalam UU. 

“Promosi kelayakan Gibran (35 tahun) untuk jadi Cawapres yang tidak proper secara hukum, adalah bagian agitasi yang bisa saja memengaruhi Mahkamah Konstitusi, yang saat ini dipaksa menjadi penentu dapat atau tidaknya Gibran ikut berlaga,” kata Hendardi.

Mahkamah Konstitusi sudah sepantasnya menunda pemeriksaan perkara terkait batas usia ini hingga Pilpres selesai, apalagi seluruh preseden, argumen dan yurisprudensi yang dicetak sendiri oleh MK menyatakan tegas bahwa terkait batasan usia dalam pengisian jabatan publik adalah kebijakan hukum terbuka (open legal policy).

Hendardi mengingatkan MK harus menjadi antitesa kecenderungan autocratic legalism yang sudah merasuk dan merusak prinsip-prinsip dasar bernegara dari rezim yang berkuasa.

“Autocratic legalism adalah suatu praktik penyelenggaraan negara yang memusatkan perhatiannya pada formalisme hukum dan seolah-olah benar menurut hukum. Padahal yang dilakukannya adalah memupuk kekuasaan dan melanggar prinsip dasar berhukum dan bernegara,” kata Hendardi.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler