jpnn.com - JAKARTA - Rumor reshuffle Kabinet Kerja masih menggema. Setelah Partai Amanat Nasional (PAN) yang disebut-sebut bakal masuk kabinet, partai Golkar pun kabarnya bakal ikut direkrut Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos menyebutkan, ada kemungkinan reshuffle akan dilakukan pada Rabu (6/1). Namun, perkembangan terbaru menunjukkan kemungkinan masuknya Golkar membuat Jokowi-JK berpotensi menunda reshuffle sembari menunggu rekonsiliasi di internal Golkar antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. ''Tapi, Pak Jokowi-JK tetap tidak ingin lama-lama, jadi kalau mundur kemungkinan pertengahan Januari,'' sebut sumber.
BACA JUGA: Begini Cara ASDP Antisipasi Puncak Arus Balik Hari ini dan Besok
Sebelumnya, politikus yang juga Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo mengakui bahwa partainya sudah mendapat penawaran dari Jokowi-JK untuk bergabung dalam kabinet. ''Ini keputusan penting yang harus segera diambil Partai Golkar,'' katanya.
Bambang mengakui, pemerintah masih butuh sosok-sosok mumpuni dari kader Golkar yang sudah berpengalaman di pemerintahan. Namun, dia menyebut jika nantinya Golkar bergabung ke kabinet, bukan berarti harus keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan menyeberang ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Tapi, keputusan final belum diambil.
BACA JUGA: Kasus Mobile 8 Harusnya Jadi Kado Awal Tahun Kejaksaan Agung
''Apakah tetap di luar pemerintahan atau mewakafkan satu atau dua kader terbaiknya untuk membantu pemerintahan Jokowi-JK,'' katanya.
Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izzul Fatah menilai, niat Jokowi-JK menarik Golkar ke dalam pemerintah memang langkah realistis. Dia menyebut, tahun ini ada banyak isu panas yang melibatkan pemerintah dan parlemen. ''Bergabungnya PAN saya kira memang belum cukup, jadi upaya menarik Golkar ini taktik cerdas,'' ucapnya saat dihubungi kemarin.
BACA JUGA: Komisi II Anggap Permintaan Gubernur Kalbar tak Relevan
Salah satu isu panas yang bakal menyeruak di 2016 ini adalah rencana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Freeport di DPR. Jika Pansus ini terbentuk, kegaduhan politik akan mencuat karena Pansus memiliki kewenangan untuk memanggil semua pihak terkait. ''Sudah jadi rahasia umum, banyak orang memiliki kepentingan dengan Freeport sejak lama, sebagian dari mereka adalah para elit politik. Kalau semua dibongkar, akan gaduh sekali,'' ujarnya.
Isu Freeport, kata Toto, memiliki spektrum politis sangat luas. Sebab, tidak hanya menyangkut para elit politik, tapi juga bakal mempengaruhi hubungan politik Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Dia meyakini, AS tidak akan tinggal diam jika kepentingan korporasinya di Indonesia terus diusik. Apalagi, rencana pembahasan perpanjangan kontrak karya Freeport akan dilakukan mulai 2019.
''Ingat, 2019 itu tahun Pemilu dan Pilpres, Jokowi tentu akan sangat berhitung soal dukungan AS sebagai representasi dunia internasional,'' katanya.
Isu lain yang bakal menyita perhatian adalah Pansus Pelindo di DPR maupun rencana pemerintah untuk membahas rencana pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) dengan DPR, belum lagi soal revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang jadi perhatian publik.
Dengan itu semua, mau tak mau Jokowi - JK harus mendapat dukungan kuat di parlemen dan kekuatan Golkar bisa menjadi kunci penting. Apalagi, PDIP sendiri seolah kurang solid mendukung Jokowi. ''Jadi Golkar diharapkan bisa meningkatkan bargaining position Jokowi, baik di hadapan PDIP maupun KMP,'' jelasnya. (owi/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fadli Zon Puji Kekuatan Militer
Redaktur : Tim Redaksi