BACA JUGA: Quo Vadis, Gollkar?
Golkar berhasil mengoreksi paradigma lama seraya meletakkan sendi-sendi paradigma baru.Orde Baru, setidaknya di masa awal, memang terasa baru
Terlepas apakah kemudian Orde Baru menjadi sangat otoritarian dan tak demokratis, kepeloporan Golkar itulah sekarang yang telah hilang
BACA JUGA: Presiden yang Naik Kelas
Ketika era reformasi bertiup sejak 1998 silam, Golkar bukan pelaku utamaParadigma baru yang ditawarkan Akbar Tanjung pada Munaslub Golkar 1998 silam pun hanya bersifat internal
BACA JUGA: Bukan Blessing in Disguise
Bahwa Golkar menyatakan diri disconnected dengan Orde Baru memang niscaya, jika tidak mau digilas zamanTerbukti Golkar selamat, bahkan hingga sekarang.Namun sejak itu, Golkar tak lagi bisa menjadi dalang utama sejarah dan perubahanJika pun banyak hal baru di era reformasi, seperti amandemen UUD 1945, termasuk sistem pemilihan langsung dalam pemilu, otonomi daerah dan sebagainya, lebih merupakan kerja kolektif kekuatan politik di MPR dan DPR.
Memang, kemungkinan menjadi pionir itu hanya logis dilakukan jika Golkar menguasai kekuasaan politik, baik di pemerintahan dan DPRJika sekadar ikut dalam barisan kabinet SBY-Boediono, Golkar hanya berperan sebagai pelengkap penyerta, bukan pelaku utama.
Gejala kepioniran sekarang tampaknya dimungkinkan dilakukan oleh Partai Demokrat setelah SBY memenangkan pilpres, setidaknya dalam versi quick qountDominasi Demokrat di antara partai-partai politik pendukung SBY-Boediono rasanya wajar, mengingat perolehan suaranya yang jauh melambung.
Hanya saja kepioniran macam apa yang akan dihembuskan Demokrat, masih menjadi pertanyaanApakah Demokrat bisa mengulangi kepioniran Golkar pada dasawarsa awal Orde Baru, masih harus ditunggu.
Tak hendak mendahului kenyataan, tapi tampaknya SBY hanya sekadar "melanjutkan" apa yang telah dirintisnya selama lima tahun berkuasaBarangkali, tidak akan ada yang baruBarangkali atmosfer dan suasananya sudah bisa terbaca seperti yang sudah terjadi lima tahun terakhir ini, dengan segenap plus-minusnya.
Jika Golkar dan Orde Baru berhasil mengoreksi Orde Lama yang "politik-politikan", apakah SBY akan mengoreksi Orde Baru yang "ekonomi-ekonomian" dan sangat banyak diwarnai oleh liberalisasi perdagangan hingga ke julukan neo-liberalisme?
Kritik terhadap liberalisasi perdagangan tak perlu diperdebatkan lagi, karena memang sudah terbukti merugikan bangsaLagipula, liberalisasi memang tertuang nyata dalam berbagai MoU yang diteken oleh pemerintah dan IMF sejak masa krisis 1997-1998Berbagai produk undang-undang dan regulasi masih berlaku, dan berjalan dalam praktek perekonomian kita.
Memang pada masa kampanye lalu, Boediono telah menampilkan wacana perekonomian "jalan tengah"Mungkin, sejenis mixed economics yang memadukan neo-liberalisme dan kepentingan rakyatUntuk itu, pemerintah berlakon menjaga keseimbangan, sehingga diharapkan liberalisasi perekonomian tak mengorbankan kepentingan rakyat.
Sulit untuk berandai-andai, apakah perekonomian "jalan tengah" itu akan bisa mewujudKarena jika diibaratkan memadukan duren dan mentimun dalam satu keranjang, sudah pasti mentimun akan modar.
Sesungguhnya di era Orde Baru pun, sejenis perekonomian "jalan tengah" itu pun sudah ditemukan dalam trilogi pembangunan, yakni stabilitas keamanan plus sosial-politik, pertumbuhan dan pemerataanKira-kira pertumbuhan diwakili oleh liberalisasi perdagangan dan pemerataan merepresentasikan kepentingan rakyat.
Hasilnya pun sudah terbuktiTernyata walau pertumbuhan sangat bagus, sampai dijuluki salah satu "keajaiban dan macan ekonomi" di Asia, namun berbagai kesenjangan antara kota dan desa, barat-timur, industri-pertanian, kaya-miskin dan lainnya semakin menganga lebar.
Dihadapkan pada fenomena dan kemungkinan itu, tampaknya Golkar bisa mengambil peranTidak pada hari ini, tetapi di masa depan, mungkin pasca Pemilu 2014 atau 2019Syaratnya, Golkar harus menjadi penguasa, baik di parlemen dan pemerintahan.
Jika aspirasi dan inspirasi itu dominan di Golkar, maka satu-satunya jalan adalah tak perlu merapat ke SBY-BoedionoTak perlu juga menjadi partai oposisi, cap yang melekat pada PDIPMengapa Golkar tidak tampil saja sebagai partai independen? Mengkritik pemerintah tak sekedar waton suloyo, mendukung kebijakan pemerintah pun bukan dengan cara tanpa reserve.
Lima atau 10 tahun ke depan, Golkar berbenahKonsolidasi yang simultan baik keanggotaan, kader, organisasi, dana baik kuantitas dan kualitasAgaknya, hasilnya kelak bisa dipanen, karena bukankah siapa yang menanam akan menuai? Tak perlu menjadi parasit dan benalu di pohon partai lain yang berkuasa.
Jika SBY-Boediono terus "melanjutkan" apa yang dilakukan lima tahun terakhir ini, maka sejarah akan menjawab, apa kelak produk akhirnyaSatu dasawarsa, 2004-2014, akan menunjukkan apakah "perekonomian jalan tengah" akan sukses atau bagaimana, atau menuju dilema jalan buntu atau malah bagaikan metafor memadukan duren dan mentimun?
Barangkali, pada masa-masa itulah, Golkar yang sudah berkonsolidasi akan tampil dengan kepionirannya di bidang perekonomian, seperti pernah sangat mensejarah di awal Orde BaruDengan catatan, tentu saja kesalahan dasawarsa-dasawarsa berikutnya dari Orde Baru tak lagi terulang.
Hanya dengan cara itu, Golkar meraih kembali kepioniran yang telah hilangJika Golkar puas hanya sekadar sebagai pelengkap penyerta, jika ogah disebut sebagai benalu, jangan-jangan eksistensi Golkar bahkan bisa hilang dari percaturan di panggung politik nasionalPilih, mana suka? (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Debat Malu-Malu Kucing
Redaktur : Tim Redaksi