JAKARTA - Tensi politik pasca penolakan usul angket mafia pajak semakin panasDesakan sejumlah elite Partai Demokrat untuk mengevaluasi Golkar dan PKS selaku mitra koalisi menjadi pemicu
BACA JUGA: Nasdem Sumsel Bidik Sejuta Kader
Bagi elite Golkar dan PKS, wacana penggusuran mereka dari kabinet tidak bersumber dari SBY, melainkan lebih merupakan manuver liar para elite Demokrat."Presiden saja nggak pernah marah, nggak pernah memperlihatkan ini salah atau benar
BACA JUGA: Front Pemuda Desak SBY Keluarkan Golkar-PKS dari Koalisi
Tapi, Partai Demokrat yang marah-marahMenurut dia, hakikat berkoalisi adalah silaturahmi, bukan penyanderaan politik
BACA JUGA: PKS Nilai Demokrat Arogan
"Kalau dalam prosesnya dipaksakan, disamakan, itu sudah mencederai demokrasi," tegasnya.Dalam diskusi Koalisi Pecah, Kabinet Terbelah itu, turut berbicara Ketua DPP PKS Nasir Djamil, Wasekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa, dan pengamat politik UI Arbi Sanith.
Nasir Djamil menuding ada sejumlah elite di Partai Demokrat yang cenderung bertingkah aroganPara "anak buah" SBY itu bersikap seolah-olah menjadi bos atau komandan partai-partai politik mitra koalisi lainPadahal semangat yang hendak dibangun adalah kemitraan dan kesejajaran.
"Saya mencatat, mereka menyebut (sikap mendukung angket, Red) merusak sistem presidensial, melanggar etika pemerintahan, lalu ingin mengevaluasi karena menggangguSemua itu kosakata yang cenderung arogan dan tidak punya etika demokrasi," ujarnya.
Nasir menyebutkan bahwa partai-partai berkoalisi dengan SBY, bukan Partai DemokratSBY yang meminta koalisi mendukung dirinya dalam pencapresan"Kontrak politiknya dengan SBY," ujar anggota Komisi III DPR tersebut.
Karena itu, dia meminta para petinggi Partai Demokrat tidak menciptakan kesan seolah-olah melawan kebijakan pemerintah kalau mendukung hak angketTerlebih, lanjut Nasir, SBY tidak pernah mengisyaratkan atau meminta Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminudin menolak usul hak angket mafia pajak"Ketika mengusung hak angket, ketua majelis syura tidak pernah diminta SBY, jangan dong hak angket," ungkap Nasir.
Saan Mustopa menolak interpretasi Golkar dan PKS mengenai koalisiAnggota Komisi III DPR itu tidak sepakat kalau koalisi yang dibangun disebut hanya antara parpol-parpol dan SBYMenurut dia, koalisi itu juga mencakup semua jaringan infrastruktur parpol di bawahnya
Dalam konteks koalisi, SBY adalah simbol Partai Demokrat"Yang tanda tangan Pak Ical (Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Red), bukan berarti yang koalisi Pak Ical saja, tapi juga GolkarIni bukan koalisi individu," tegasnya.
Saan juga berpendirian koalisi itu harus utuh dan tecermin dari sikap di parlemenPrinsipnya adalah take and giveDi satu sisi, SBY membutuhkan Golkar dan PKSSebagai reward kebutuhan itu, parpol-parpol yang berkoalisi diberi kursi menteri"Jadi, koalisi itu bukan berkawan biasa, sebatas tempat ngobrol atau tempat curhatKita bergabung dengan berbagai komitmen dan kesepahaman," tegasnya.
Komitmen untuk mengawal pemerintahan SBY-Boediono, lanjut Saan, tidak cukup dipahami sampai tuntasnya masa jabatan pada 2014Mengamankan berbagai kebijakan dan program SBY juga merupakan bagian dari komitmen itu.
"Mungkin kita punya komitmen yang sama untuk memberantas mafia pajak dan mengoptimalkan potensi penerimaan pajakTapi, kami ingin itu lewat panja saja, tidak dengan angket," katanyaBila menggunakan angket, lanjut Saan, dikhawatirkan intervensi politik akan menjadi lebih dominan daripada penegakan hukumnya.
Arbi Sanith menyarankan, aksi gertak-menggertak politik harus segera dihentikanAda dua pilihan, yakni membuat kontrak politik baru atau membuat kontrak loyalitasBila opsi pertama yang diambil, berarti Golkar dan PKS dikeluarkan dari koalisi
"Karena ini pengkhianatan, langsung dilaksanakanKalau tidak, akan terus berlarut-larut," ujar ArbiBila opsi kedua yang diambil, harus ditegaskan bahwa di internal koalisi boleh berbeda pendapat, tapi tidak berbeda sikap politik(pri/c5/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Ingin Dengar Langsung dari SBY
Redaktur : Tim Redaksi