jpnn.com - JAKARTA - Head of Corporate Communications at Google Indonesia, Jason Tedjasukmana memastikan perusahaannya akan mematuhi segala hal yang berkaitan dengan peraturan di Indonesia. Hal itu terkait rencana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang akan melakukan pemeriksaan terhadap raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
Jason mengatakan, Google Indonesia telah beroperasi sebagai perusahaan di tanah air sejak tahun 2011. Ia menegaskan, Google Indonesia akan mematuhi semua ketentuan yang berlaku di Indonesia.
BACA JUGA: Ciputra Bangun 12 Ribu Rumah Murah, Minat?
“PT Google Indonesia telah beroperasi sebagai perusahaan Indonesia sejak tahun 2011. Kami telah dan akan terus bekerja sama dengan pemerintah Republik Indonesia dan telah dengan taat membayar semua pajak yang berlaku di Indonesia,” ujarnya ujarnya melalui pesan singkat kepada Jawa Pos, Kamis (15/9). Namun, Jason menolak untuk membeberkan lebih lanjut.
Sebelumnya Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv mengatakan, Google menolak untuk diperiksa Ditjen Pajak. Menurut Haniv, Google justru mengembalikan surat perintah pemeriksaan yang dilayangkan Ditjen Pajak.
BACA JUGA: Google Membangkang, Ditjen Pajak Bakal Bertindak Keras
Ditjen Pajak bakal menjadikan penolakan tersebut sebagai bukti permulaan untuk melakukan tindakan selanjutnya. ”Karena menolak untuk diperiksa, itu adalah indikasi pidana,” ujarnya.
Ditjen Pajak memang tengah memeriksa empat perusahaan teknologi asal AS, yakni Google, Facebook, Yahoo, dan Twitter. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah mewajibkan empat perusahaan itu menjadi badan usaha tetap (BUT).
BACA JUGA: Bank Mandiri Siapkan Kredit Rp 250 miliar untuk IPC
Berbeda dengan Facebook dan Twitter, sebenarnya Google dan Yahoo sudah memiliki badan usaha di Indonesia. PT Yahoo Indonesia terdaftar sejak 2009, sedangkan PT Google Indonesia tercatat sejak 2011.
Meski sudah berbadan usaha Indonesia, lanjut Haniv, Google Indonesia hanya berstatus sebagai kantor perwakilan. Dengan demikian, mereka tidak melakukan kewajiban pemotongan pajak pertambahan nilai (PPN) dari iklan yang dibayarkan oleh pemasang.
Pemungutan PPh juga sulit karena mereka hanya menyetorkan penghasilan kepada kantor pusat. Haniv mengatakan, investigasi terhadap Google akan dilakukan setelah program amnesti pajak berakhir. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga iklim perpajakan tetap kondusif bagi wajib pajak yang ingin mengikuti pengampunan pajak.
Hingga saat ini, lanjut Haniv, baru Inggris yang berhasil memajaki perusahaan digital seperti Google. Ditjen Pajak menduga, Google mendapatkan masukan dari sejumlah pihak dan mengambil langkah menolak diperiksa.
Padahal, proses tersebut sebenarnya berlangsung sejak beberapa bulan yang lalu. Para petinggi regional Google dari Singapura juga sudah melakukan komunikasi dengan petugas pajak.
Bahkan, rencananya, pihak Google dari AS juga akan datang. ”Awalnya, mereka mau menegosiasikan. Tapi, kemudian entah ada masukan dari mana, surat itu dibalikkan,” imbuhnya.
Selain menolak diperiksa, Google ogah ditetapkan sebagai badan usaha tetap (BUT) dengan konsekuensi membayar pajak kepada negara. Haniv menjelaskan, langkah penindakan serupa akan dilakukan untuk perusahaan digital lainnya, seperti Twitter, Facebook, dan Yahoo.
”Jadi, kita akan tunggu akhir September ini. Karena saya mendengar pada akhir September, kemungkinan akan dibuka lagi keran untuk peningkatan law enforcement,” tegasnya.(dee/dim/c6/sof/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bank Jatim Paling Siap Jalankan Layanan Keuangan Digital
Redaktur : Tim Redaksi