WASHINGTON - Rapor Amerika Serikat (AS) dalam Perang Afghanistan masih merahDi mata intelijen, militer Negeri Paman Sam itu gagal membungkam Taliban
BACA JUGA: Paul Gurita pun Temui Ajalnya
Alih-alih mewujudkan perdamaian di Negeri Opium tersebut, pasukan AS justru membawa rakyat Afghanistan semakin terjerumus dalam konflik bersenjata."Gerilyawan (Taliban) justru semakin menunjukkan eksistensinya," kata seorang pejabat senior Pentagon dalam wawancara dengan The Washington Post kemarin (27/10)
Memang, selama beberapa waktu, serangan udara maupun razia militer AS di sarang militan sukses membuat Taliban "diam"
BACA JUGA: Kisah Mantan PM Iraq yang Menunggu Tiang Gantungan
Tapi, saat militer AS yang didukung penuh pasukan koalisi merayakan kesuksesan mereka, Taliban membalas dendamBACA JUGA: Tiongkok Protes Jepang Terus
Bagi Taliban, siapa pun yang mendukung AS dan sekutunya adalah musuhTermasuk, aparat pemerintah, warga biasa, atau pasukan Afghanistan sendiriOrganisasi militan yang didirikan Mullah Mohammed Omar itu pun tidak membutuhkan target sasaranKarena itulah, dalam setiap serangannya, Taliban selalu sukses menumpahkan darah musuh.
"Untuk setiap komandan mereka yang terbunuh atau tertangkap, Taliban selalu bisa menggantinya dengan nyawa orang lain," ungkap pejabat tersebut sebagaimana dilansir Agence France-Presse.
Dengan taktik serangan sporadis plus intimidasi dan pembunuhan, lanjut dia, Taliban selalu bisa membalas serangan ASBahkan, Taliban tampak lebih percaya diri daripada pasukan AS tiap kali melancarkan serangan
"Taliban telah membuktikan bahwa mereka selalu bisa bangkit kembali dan membentuk barisan baru yang lebih solidTidak jarang, kebangkitan itu muncul hanya selang beberapa hari setelah sarang mereka diporak-porandakan AS," terang pejabat yang berkantor di departemen pertahanan ituDi sisi lain, lanjut dia, pendekatan terhadap para komandan Taliban juga tidak berhasil mendatangkan perdamaian.
Pentagon menegaskan bahwa buruknya kinerja militer AS tersebut didasarkan pada penilaian beberapa lembaga intelijen yang kompetenDi antaranya, CIA dan Badan Intelijen Pertahanan (DIA)Sebelumnya, pendapat senada dipaparkan Stanley McChrystal saat menjabat panglima perang AS di AfghanistanAtas komentar pesimistis yang dia sampaikan ke media itu, jenderal 56 tahun tersebut dicopot dari jabatannya
Bersamaan dengan itu, mantan Presiden Uni Soviet (sekarang Rusia) Mikhail Gorbachev memaparkan keraguannya terkait misi pasukan koalisi di Afghanistan"Mustahil bisa memenangi Perang Afghanistan," tegasnya seperti dikutip BBCNamun, menarik pasukan dari negeri yang dipimpin Presiden Hamid Karzai itu pun bukan solusi tepat
Menurut dia, dengan menarik pasukan dari Afghanistan, Presiden Barack Obama akan menghindarkan AS dari kepahitan Perang VietnamSebab, meski mengerahkan sebanyak mungkin pasukan seperti saat Perang Vietnam, AS tetap tidak akan menang
Karena itu, Gorbachev mendukung penarikan pasukan mulai Juli 2011"Akan sangat sulitTapi, (menarik pasukan) tetap lebih baik daripada bertahan," ujar Gorbachev(hep/c5/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Terus Pantau Warganya di Mentawai
Redaktur : Tim Redaksi