GAJAH di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan tampakPeribahasa ini di kalangan politisi diartikan: “Koruptor di partai lain di kejar-kejar, tapi koruptor di partai sendiri malah di lindungi!” Yang dimaksud “partai sendiri” sudah pasti Partai Demokrat.
Tapi bagi pemerintahan Presiden Yudhoyono, peribahasa ini dianggap lucu
BACA JUGA: Obama Datang, Obama Pulang
Tidak masuk akalMakanya, peribahasa yang cocok untuk rezim Yudhoyono adalah: “Gajah di pelupuk mata tak tampak, apalagi kuman di seberang lautan…”
Peribahasa di atas menjadi klop kalau dilihat bagaimana cara rezim ini melihat persoalan-persoalan yang dihadapi rakyatnya
BACA JUGA: Bencana Penanggulangan Bencana
Rakyat yang ingin meningkatkan kualitas hidupnya, meningkatkan kesejahteraannyaBACA JUGA: Alam Bergolak, Mahasiswa Akan Terus Bergerak
Karena selama ini kebanyakan rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan!Kita masih ingat nasib Jhony Malela, 45 tahun, tunanetra miskin asal Sulawesi yang tewas tergencet di halaman Istana Presiden (10/9)Ketika itu, bersama ribuan rakyat miskin lainnya, Jhony ingin mengais rejeki beberapa puluh ribu perak, yang konon akan dibagikan keluarga Yudhoyono di Istana dalam acara open house Lebaran.
Maka ketika banyak TKI yang mengais rejeki lebih lumayan di seberang lautan, di negeri orang, terutama Malaysia dan Arab Saudi, malah mendapat berbagai musibah, termasuk penyiksaan kejam seperti dialami Sumiyati, atau yang disiksa hingga tewas seperti menimpa Kikim Komalasari asal Cianjur, sedikit sekali masyarakat yang mengharap pemerintah Yudhoyono bertindak sigap.
Lha, nasib rakyatnya yang tergencet di halaman Istana saja, di pelupuk mata Presiden, tak mampu ditangani secara bijaksanaBagaimana pula penderitaan rakyatnya yang nun jauh di seberang lautan…?
Tapi pandangan kita yang terlanjur sinis kepada Presiden Yudhoyono itu ternyata salahBuktinya, hanya selang beberapa hari setelah terdengar kabar TKI Sumiati disiksa majikannya di Arab hingga mulutnya robek, Yudhoyono menggelar sidang kabinet membahas masalah penderitaan para TKI di seberang lautan.
Tak salah bila sepanjang sejarah pemerintahan Yudhoyono, sidang kabinet yang digelar Jumat (19/11) itu kita sebut sebagai puncak prestasi yang gemilangSelain waktunya tak selama sidang-sidang kabinet sebelumnya, topik yang dibahas sangat responsifMasalah yang sedang dipergunjingkan masyarakat.
Lebih menakjubkan, dalam rapat kabinet itu juga dihasilkan keputusan bagaimana cara mengatasi problem TKI yang ultra cepat"Penanganan TKI sering terlambat karena komunikasi kurang baikKita akan bekali alat komunikasi agar bisa berkomunikasi dengan instanIni sedang dirumuskan" kata Presiden usai rapat kabinet.
Solusi memberikan handphone (HP) untuk mengatasi persoalan TKI ide yang sangat brilian, cerdas, dan orisinalSebab dengan HP di tangan, kalau si majikan macam-macam, tinggal tekan tuts, berita sudah sampai ke telinga “yang berwajib”.
Memang, bagi orang-orang yang berpikir, gagasan HP itu menggelikanAbsurdSebab kita tahu, 96 persen TKI sanggup beli HP, sebagian besarnya malah sudah punyaPersoalannya, apakah orang-orang Yudhoyono di KBRI punya HP dan mau mengangkat panggilan dari para TKI yang tidak mereka kenal?
Kita juga tahu, para majikan yang sangar itu bukan orang-orang idiot yang membiarkan orang yang dianiaya memegang HP.
Tapi kalau toh si TKI sempat pegang HP, dengan mulut robek, tangan hancur, dan disekap di ruang gelap tanpa sinyal, bisakah HP berfungsi?
Dalam pandangan kita, kalau saja uang Century dan uang-uang yang dikorup para pembesar negeri dikumpulkan, ditambah kebijakan yang berpihak kepada rakyat, bisa digunakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi secara benar, sehingga akan melahirkan jutaan lapangan kerja.
Dengan demikian, tak perlu lagi rakyat Indonesia mengais rejeki ke seberang lautan, dengan resiko disiksa majikan, bahkan hingga tewas.
“Hallo! Hallo, pemerintah Yudhoyono? Bisa dengar suara rakyat? Hallo…!”
Tuh, kanTulalit! [**]
Redaktur : Tim Redaksi