Gratiskan Santri, Setahun Luluskan 1 Hafiz

Selasa, 22 Mei 2018 – 13:33 WIB
Tiada hari tanpa membaca Alquran. Tiada hari tanpa menghafal Alquran. Itulah tagline di Ponpes Tahfidzul Quran Al Falah. Foto Radar Malang/JPNN.com

jpnn.com, MALANG - Tak ada biaya serupiah pun yang dibebankan pada santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Tahfidzul Qur’an Al Falah, Desa Bangelan atau Kampung Tanaka, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pengasuh ponpes berkomitmen untuk membiayai semua kebutuhan santri calon penghafal Alquran.

BACA JUGA: Hidupi Pondok Bermodal Ritual Doa

===============================
Indra Mufarendra - Radar Malang
===============================

Tiada hari tanpa membaca Alquran. Tiada hari tanpa menghafal Alquran. Itulah tagline di Ponpes Tahfidzul Qur’an Al Falah.

BACA JUGA: Pencetak Hafiz dari Kampung Tanaka

Lihat: Pencetak Hafiz dari Kampung Tanaka

Di lahan seluas 612 meter persegi, aktivitas belajar dan hafalan Alquran bisa dilakukan di mana saja. Ada santri yang lebih suka di kamar, di dalam masjid, maupun di teras masjid.

BACA JUGA: Masjid Mujahidin, Simbol Perjuangan Syuhada TNI Angkatan Laut

Zadil misalnya. Rabu siang lalu (16/5), siswa MTs Miftahul Huda Kromengan itu terlihat serius membaca surat Al Baqarah ayat 142–202 di teras masjid pondok.

”Saya sedang mengulangi hafalan,” ujar Zadil yang sejauh ini sudah hafal lima juz Alquran.

Lihat: Hidupi Pondok Bermodal Ritual Doa

Tapi, ada pula santri yang lebih suka menghabiskan waktu di dalam bekas kandang.

”Dulu, kami ternak kambing di sini. Tapi, setelah lama tidak terpakai, anak-anak memanfaatkan kandang itu untuk tempat mereka membaca Alquran,” ujar pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an Al Falah Ustaz Agus Imam Bukhori.

Di mana pun belajarnya, setiap santri itu punya kewajiban untuk setor hafalan (murojaah) tiap habis salat lima waktu berjamaah. Agus sendiri yang memantau hafalan santrinya.

Dia menyatakan, untuk juz 1–5, murojaahnya itu setengah juz untuk setiap kali ”setoran” sehabis salat lima waktu. Sedangkan untuk juz 6–30, ”setorannya” 1 juz di setiap waktu.

”Itu terus diulangi sampai benar-benar hafal,” ujar dia.

Agus menyatakan, dalam setahun ini, sudah ada satu santrinya yang hafal 30 juz. Untuk para tahfidz yang sudah hafal 30 juz, Agus punya rencana.

”Kami akan melepas santri yang sudah hafal 30 juz. Nanti, mereka akan kami tempatkan ke pondok-pondok lain yang membutuhkan,” ujar pria 43 tahun ini.

Kebutuhan akan pengajar tahfidz ini, Agus menyatakan, cukup besar.

”Sebab, banyak pondok yang ternyata tidak punya pengajar sendiri,” kata pria yang pada 2001 mondok di Ponpes Roudlotul Muhsinin, Bululawang.

Lebih lanjut Agus mengungkapkan, 17 santrinya saat ini berasal dari luar Desa Bangelan, Kecamatan Wonosari.

”Memang ada 8 warga sekitar yang belajar di sini. Tapi, mereka tidak sampai mondok maupun menginap,” ujar dia.

Ke-17 santri yang mondok itu terdiri atas 10 santri perempuan dan 7 laki-laki. ”Ada yang berasal dari Palembang. Ada yang dari Bengkulu,” kata dia.

Latar belakang santri bermacam-macam. Tapi, kebanyakan berasal dari warga kurang mampu.

”Ada santri kami yang tidak terurus karena saudaranya banyak. Sampai 12 orang. Akhirnya dia mondok di sini. Ada pula anak yang kabur dari rumahnya karena hampir diperkosa saudaranya,” ujar dia.

Lantas, dari mana mereka tahu soal Ponpes Tahfidzul Qur’an Al Falah.

”Saya memanfaatkan jaringan yang saya miliki. Dulu kan saya pernah mondok di 12 pesantren. Jadi, teman saya ada di mana-mana. Waktu saya mendirikan pondok, saya sebar informasi ke teman-teman, barangkali ada yang mau ke sini,” kata dia.

Agus menyatakan, dia tidak menarik uang sepeser pun dari santri.

”Untuk makan, pakaian, hingga sabun dan odolnya, saya yang nanggung. Begitu pun dengan sekolah mereka,” ujar dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Agus memanfaatkan dana dari donatur untuk menghidupi santri-santrinya.

Ke depan, Agus berharap, Ponpes Tahfidzul Qur’an Al Falah bisa makin besar.

”Saya punya impian untuk mendirikan sekolah terpadu juga di sini. Jadi, anak-anak tidak perlu meninggalkan pondok untuk sekolah,” kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Desa Bangelan Budiono menyatakan, Ponpes Tahfidzul Qur’an memang berdiri di lingkungan di mana ada banyak penduduknya yang menganut paham kejawen.

”Bahkan, di situ dulu ada paguyubannya. Tapi, paham itu belakangan makin luntur,” ujar Budiono. (***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Masjid Sunan Ampel yang Pengunjungnya sampai 100 Ribu per Hari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler