jpnn.com, JAKARTA - International Maritime Organization (IMO) berkomitmen untuk menjalankan pengurangan emisi karbon yang berasal dari kapal sekitar 40 persen pada 2030 dan mengurangi separuh total emisi gas rumah kaca pada 2050.
Oleh karena itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Capt. Antoni Arif Priadi mengatakan sebagai salah satu negara anggota IMO, pemerintah Indonesia mendukung penerapan green shipping dengan menerbitkan sejumlah regulasi aksi mitigasi.
BACA JUGA: Capt. Marcellus Hakeng Dianugerahi Gelar Doktor Kehormatan Bidang Maritim
"Di antaranya kewajiban penggunaan bahan bakar rendah sulfur, kewajiban penggunaan scrubber untuk kapal sebagai pembersih gas buang, peremajaan kapal, penggunaan alat bantu navigasi yang ramah lingkungan, dan kewajiban melaporkan konsumsi bahan bakar kapal untuk semua kapal berbendera Indonesia,” ujar Capt. Antoni dalam Focus Group Discussion on Green Shipping and Energy Efficiency di Jakarta, pekan lalu.
Menanggapi itu, pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), DR. Marcellus Hakeng Jayawibawa. SSiT. M.Mar mengatakan penerapan green shipping tersebut memang sangat penting untuk Indonesia.
BACA JUGA: Pengamat Maritim Ungkap Ada Pekerja Rumah Besar untuk Capres-Cawapres yang Terpilih di 2024
“Apalagi Indonesia juga sebagai anggota IMO. Jadi, apa yang diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Capt. Antoni Arif Priadi bahwa Indonesia mendukung penerapan green shipping dengan mengeluarkan beberapa regulasi sangat tepat. Ini juga merupakan bukti kepedulian Indonesia dengan berpartisipasi dan berbagi tanggung jawab untuk menjaga dan mendukung perlindungan lingkungan maritim,” ujar Capt. Hakeng, sapaan karib Marcellus.
Green Shipping merupakan proses penurunan penggunaan energi untuk menghasilkan emisi yang lebih rendah.
BACA JUGA: Mampukah Indonesia Menerapkan Konsep Blue Economy? Begini Penjelasan Pengamat Maritim
Kegiatan Green Shipping bertujuan mengurangi pencemaran lingkungan laut dari konsumsi tinggi bahan bakar fosil pada sektor transportasi laut dan mendorong penggunaan energi ramah lingkungan.
Penerapan green shipping merupakan salah satu metode untuk mendukung target pemerintah Indonesia dalam Net Zero Emission 2060.
Oleh karena itu perusahaan pelayaran nasional dan internasional harus mampu menerapkan green shipping.
“Di Indonesia salah satu perusahaan yang menurut pendapat saya telah menerapkan green shipping adalah PT Pertamina International Shipping. Mengutip keterangan dari CEO PIS Yoki Firnandi bahwa PT Pertamina International Shipping membuktikan komitmennya dalam transisi energi dengan menggunakan bahan bakar rendah emisi serta biodiesel pada kapal-kapal yang dimiliki maupun dioperasikan oleh PIS,” jelas Capt Hakeng.
Berdasarkan data dari PIS ada sebanyak 146 kapal yang dioperasikan baik kapal milik maupun kapal sewa, menggunakan biodiesel B35 sebagai sumber tenaga mesin utam. Ada juga yang menggunakan biodiesel sebagai sumber tenaga mesin tambahan.
Tiga kapal PIS juga telah memenuhi standar emisi International Maritime Organization (IMO) tier tiga, imbuh Capt Hakeng.
Dia mengatakan untuk mendukung green shipping berupa penurunan emisi, PIS melakukan beberapa terobosan di awal tahun ini dengan meluncurkan beberapa kapal super tangkernya yang telah mengadopsi konsep green shipping.
PIS menambah dua Very Large Gas Carrier (VLGC), kapal tanker gas raksasa yakni VLGC Pertamina Gas Tulip dan VLGC Pertamina Gas Bergenia.
Sebelumnya, PIS melakukan pembelian kapal VLGC Amaryllis. Semua VLGC menggunakan teknologi terkini dan ramah lingkungan. VLGC merupakan kapal pengangkut gas terbesar di dunia.
"Keunggulan VLGC sebagai kapal ramah lingkungan antara lain karena memiliki tangki dual fuel, yang memungkinkan kapal untuk mengoptimalkan bahan bakar bersulfur rendah dan juga gas. Kapal-kapal tersebut berpotensi menurunkan emisi PIS sebesar 12 ribu ton setara CO2 per tahunnya. PIS juga akan mengembangkan amonia dan hidrogen untuk bahan bakar armada kapal lautnya,” tutur Capt Hakeng.
Teknologi terkini yang dimiliki kapal VLGC menurut pihak PIS adalah Kapal Pertamina Gas Tulip dan Pertamina Gas Bergenia juga disebut bisa meningkatkan
speed kapal dengan penggunaan bahan bakar bahkan lebih efisien hingga 16 persen.
Tidak hanya itu, kapal ini juga telah memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Augmented Reality (AR) dalam operasionalnya.
“Apa yang dilakukan oleh pihak PIS dapat dikatakan sejalan dengan tujuan green shipping yakni langkah untuk upaya penurunan emisi. Selain itu juga untuk peningkatan efisiensi operasi kapal, pembersihan lambung kapal, pemasangan energy saving device, dan pengaturan kecepatan kapal pada kecepatan optimum/ekonomis. Green shipping dapat mendorong pelayaran ramah lingkungan untuk ekonomi biru (blue economy) karena itu juga pentingnya pengembangan teknologi untuk mewujudkan semua inovasi ini,’ sambungnya.
Capt Hakeng juga berharap agar perusahaan pelayaran melakukan peremajaan armada sesuai ketentuan The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2014 tentang Penghentian Operasi Kapal Lambung.
Harapan kedepan, hal tersebut bisa menjadi katalisator bagi perusahaan lainnya untuk mengikuti langkah-langkah yang telah dilakukan PIS tersebut. Tren ke depan harus ada pengurangan emisi dari sektor pelayaran dan kelautan.
“Memang untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kerjasama dengan pihak pemerintah pusat atau daerah bagi pengusaha kapal laut. Pihak Pemerintah dapat menyediakan modal usaha untuk peremajaan kapal. Selain itu ketersediaan bahan bakar ramah lingkungan seperti biodiesel untuk kapal juga harus tercukupi. Dengan sinergi yang baik antar stakeholder diharapkan dapat mewujudkan green shipping sehingga dapat melindungi lingkungan maritim untuk generasi berikutnya,” pungkas Capt. Hakeng.(flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia