jpnn.com - JPNN.com – Perubahan skema bagi hasil migas dari cost recovery menjadi gross split dinilai mampu memecah kebuntuan pengembangan minyak dan gas di Indonesia.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Andang Bachtiar mengatakan, gross split lebih praktis dan mempercepat pengambilan keputusan bisnis.
BACA JUGA: Swasembada Sejak 2015, Tak Perlu Impor Beras Lagi
Sebab, keterlibatan pemerintah jauh berkurang hingga nyaris tidak ada.
Gross split juga lebih efisien dan mengurangi campur tangan politik dalam penentuan cost recovery.
BACA JUGA: PNS Didorong Ikuti Tax Amnesty
Meski demikian, Andang menilai ada sejumlah potensi masalah jika skema gross split diterapkan.
Pertama, kendali negara terhadap produksi migas nasional nyaris hilang sehingga ketersediaan energi berpotensi menjadi masalah.
BACA JUGA: Bank Mandiri Kucurkan Dana Rp 5 Triliun untuk KAI
Demikian pula hilangnya kendali negara terhadap cadangan migas.
Potensi masalah lain adalah rencana pemerintah untuk meningkatkan eksplorasi migas terancam gagal.
Sebab, kontraktor mengutamakan efisiensi biaya dan menggenjot produksi agar memperoleh revenue jika dibandingkan dengan berinvestasi untuk eksplorasi.
Kelemahan lain adalah peluang melesetnya target produksi dari enhanced oil recovery 2,5 miliar barel di reservoir.
Selain itu juga kesulitan dalam pengembangan lapangan migas marginal lantaran investasi besar dan tingkat pengembalian investasi (IRR) yang kecil.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian ESDM wajib membuat syarat dan ketentuan demi mengamankan ketahanan energi.
Di antaranya, gross split hanya diterapkan pada blok migas produktif yang akan habis kontrak dan blok migas yang potensi migasnya telah diketahui pasti.
Kewajiban manajemen cadangan juga dibutuhkan agar terjadi keberlanjutan produksi sesuai dengan rate yang ditetapkan pemerintah.
’’Jadi, tidak terjadi peak production secara cepat dan penurunan level produksi secara drastis dengan menggenjot produksi pada awal masa kontrak,’’ terang Andang.
Gross split juga harus bersifat regresif sehingga ada insentif bila harga minyak dunia di bawah baseline price dan ada windfall profit untuk pemerintah jika harga migas dunia melonjak tajam. (dee/c14/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bentuk PEI, Sejarah Baru Pasar Modal Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi