GSM Ajak Gen Z Turun ke Sekolah Pinggiran, Ada Gap Besar

Senin, 05 Agustus 2024 – 13:30 WIB
Founder GSM, Muhammad Nur Rizal (tengah) dalam konferensi pers virtual GTS baru-baru ini. Foto tangkapan layar zoom

jpnn.com, JAKARTA - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) membuat inisiatif Gerakan Turun ke Sekolah (GTS) sebagai wadah anak muda agar ikut serta berkontribusi dalam perubahan pendidikan di tanah air.

Itu juga sebagai penguatan kepedulian sosial di tengah gempuran budaya media sosial dewasa ini.

BACA JUGA: Upaya DPRD Kota Bogor Melindungi Anak-Anak dari Kekerasan di Sekolah

"Ada sejumlah persoalan besar di anak-anak muda zaman sekarang, dan ini adalah output dari pendidikan itu sendiri," kata Founder GSM, Muhammad Nur Rizal dalam konferensi pers virtual GTS baru-baru ini. 

Salah satu masalah adalah begitu dominannya peran media sosial bagi anak-anak muda, yang mana tidak semuanya membawa nilai positif. Yang terjadi adalah gap sosial dan spiritual yang besar akibat informasi yang tumpah ruah di medsos.

BACA JUGA: FAI Mengabdi untuk Sekolah Terpencil di Kampung Cilember

"Contohnya banyak anak muda yang pamer kekayaan di TikTok, flexing di sana. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi anak muda di desa yang tidak punya apa-apa," kata dosen Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Gap atau kesenjangan masalah sosial dan spiritual ini, menurut Rizal akan membuat mereka mudah sekali terprovokasi, bahkan menjadi korban politik praktis. Terlebih lagi akan ada hajatan Pilkada serentak di daerah-daerah.

BACA JUGA: Dampak Zonasi PPDB: Sekolah Swasta Terkikis dan Terpinggirkan

"Kesenjangan sosial ini mengakibatkan polarisasi keterbelakangan akan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat," ucapnya.

Kondisi yang ada akan makin parah, Ketika dunia pendidikan kurang kritis dalam mengajarkan cara berpikir, untuk bisa memilah, memaknai, merefleksi diri. Anak muda akan makin tidak eksis di tengah-tengah perubahan dunia yang sangat pesat.

Oleh karenanya, menurut Rizal perlu ada penguatan kepedulian sosial, dengan memperbanyak kegiatan bagi anak muda. Mereka harus belajar memiliki empati dan simpati pada sesama agar gap sosial dan gap spiritual yang ada akan semakin mengecil.

Karenanya, GSM menginisiasi GTS bagi generasi muda. Mereka diajak turun langsung ke sekolah-sekolah untuk merasakan kondisi siswa di sekolah pinggiran.

Caranya turun ke sekolah biasa, sekolah rakyat, bukan internasional. Kalau ke sekolah internasional gapnya makin lebar. Sehingga mereka akan merasa beruntung, merasa ikhlas. Kesenjangan spiritual, sosial akan turun. 

"Dia akan menemukan kebermaknaan, sehingga membuat anak muda eksistensinya akan meningkat,” ucapnya.

GTS yang diinisasi GSM ini menjadi sebuah gerakan aksi massal anak muda untuk bisa ikut berkontribusi dalam perubahan pendidikan di Indonesia dengan cara turun ke sekolah. Bedanya jika GSM menyasar para guru untuk menjadikan sistem belajar menyenangkan, sedangkan GTS menyasar pelajar khususnya generasi Z  untuk menjadi guru agar merasakan kondisi sosial di tengah masyarakat. (esy/jpnn)


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler