jpnn.com, SURABAYA - Rencana Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya, Jatim memberikan SK kepada guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PPT) mendapat respons berbagai pihak.
Di antaranya dari GTT-PTT yang terdampak langsung dari penerbitan SK tersebut.
BACA JUGA: Andhien Asyifa, Guru Honorer Nyambi jadi Penyiar Radio
Pantauan Jawa Pos, rapat penyusunan tenaga kontrak GTT-PTT tersebut berlangsung pada Rabu sore (20/12) di Aula Ki Hajar Dewantara, Dispendik Surabaya.
Dari rapat tersebut, mengemuka beberapa usulan. Salah satunya soal pengakuan GTT-PTT.
BACA JUGA: Guru Tidak Tetap dan PTT Digaji Rp 750 ribu Per Bulan
Pada poin kelima hasil rapat tersebut dijelaskan, GTT-PPT yang diakui hanyalah yang di-SK-kan kepala sekolah sebelum 26 Juni 2012.
Sebaliknya, GTT-PTT yang direkrut kepala sekolah setelah tanggal tersebut berstatus tidak pasti.
BACA JUGA: Surat Keputusan Untuk GTT dan PTT Terbit pada Januari
Ketua Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Jatim Eko Mardiono menyampaikan, persoalan pengakuan tenaga kontrak tersebut terkait erat dengan peraturan yang berlaku.
Terutama Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya No 16 Tahun 2012 tentang Penyelanggaraan Pendidikan.
Sebelum aturan tersebut muncul, SK GTT-PTT yang dibuat kepala sekolah masih diakui.
Artinya, kepala sekolah bebas merekrut pegawai kontrak jika kekurangan tenaga kependidikan.
Sesudah ada perda, perekrutan tenaga kontrak seperti GTT-PTT harus melalui mekanisme pemkot secara langsung.
"Aturan inilah yang menurut saya memunculkan pembatasan soal pengakuan GTT-PTT yang diusulkan dispendik." jelasnya.
Alhasil, tidak adanya PNS baru membuat sekolah kelabakan. Untuk mencukupi kebutuhan guru, akhirnya banyak kepala sekolah yang merekrut tenaga kontrak baru. Meski, secara aturan, itu tidak diperbolehkan.
Hal tersebut terlihat dari data FHK2I Surabaya. Dari tahun 2012-2014, di Surabaya ada sekitar 400 GTT-PTT baru yang dikontrak kepala sekolah.
Jumlah tersebut pasti bertambah jika didata GTT-PTT yang masuk pada 2015-2017.
"Nah, jika sekarang para GTT-PTT yang diangkat setelah Juni 2012 itu tidak diakui, pemerintah berarti bersikap diskriminatif," tegasnya.
Sebab, mereka menjadi tenaga kontrak di sekolah tersebut bukan karena keinginan sendiri. Namun, atas dasar kebutuhan sekolah.
Untuk itu, Eko menyarankan dispendik tetap mencantumkan mereka untuk di-SK-an.
Dengan begitu, para tenaga kontrak yang telah mengabdi di sekolah tersebut meresa tetap diakui. Bukan dibedakan.
Untuk SK GTT-PTT itu, Eko mengungkapkan, pemkot bisa mencontoh kebijakan yang diterapkan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan. Di sana, meski guru baru, pemerintah tetap mengakuinya.
Mekanisme rencana penetapan GTT-PTT yang disusun dispendik tersebut juga disesalkan salah seorang GTT di SD negeri.
Sebenarnya, lanjut dia, penghasilan sebagai GTT sudah cukup. Sebab, selama ini dia sudah digaji sesuai dengan UMK. Meski demikian, dia tetap membutuhkan kepastian status.
Di tempat terpisah, Kepala Dispendik Kota Surabaya Ikhsan mengungkapkan, aturan pengakuan GTT-PTT belum diputuskan.
Aturan mengenai pembatasan tahun diangkat pun belum final. "Kami masih merumuskan. Nanti, kalau sudah final, kami sampaikan ke publik," tuturnya. (elo/c10/nda/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaji Guru Tidak Tetap Bakal dari APBD
Redaktur & Reporter : Natalia