jpnn.com - JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) dan Gerakan Antikorupsi (Gerak) Aceh melaporkan Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Zaini Abdullah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas pengelolaan dana hibah dan indikasi suap di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh.
"(Terlapor) gubernur Aceh, wakil gubernur, kepala dinas perikanan dan kelautan Aceh, serta ada beberapa terkait suap," kata Koordinator Gerak Akhirudin Majuddin di KPK, Jakarta, Rabu (26/3).
BACA JUGA: Letusan Gunung Slamet Capai Ketinggian 1 Km
Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi mengatakan, ada indikasi dugaan penyelewengan dua proyek hibah di Pemprov Aceh. Pertama, pengelolaan dana hibah untuk kegiatan bantuan modal usaha dan pemberdayaan ekonomi kelompok ternak 2013.
Uchok menjelaskan, FITRA dan Gerak menemukan adanya penerima hibah fiktif di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh dalam proyek itu. "Di mana kerugian negara sebesar Rp 53, 4 miliar, dengan modus bantuan hibah fiktif. Bagaimana kita tahu fiktif, ini hibah ada 23 kabupaten/kota disalurkan Pemerintah Aceh," ujarnya.
BACA JUGA: Sejumlah Honorer K2 Sumut Masuk Daftar Blokir BKN
Menurut Uchok, FITRA dan Gerak hanya melakukan verifikasi di dua kabupaten/kota yakni Aceh Besar dan Banda Aceh, karena kedua daerah itu dianggap paling mudah terjangkau.
Setelah diverifikasi, lanjutnya, semua kepala desa dan warga yang dilaporkan sebagai penerima dana itu mengaku tidak pernah menerima bantuan modal usaha dari Pemprov Aceh. "Yang lain tidak verifikasi karena jauh, dekat saja berani lakukan fiktif," ucapnya.
BACA JUGA: Bupati dan Wabup Karo Diminta Tetap Ngantor
Sementara, sambung Uchok, proyek kedua berkaitan dengan pemberian hibah dalam bentuk kapal boat 30 GT dan 40 GT. Uchok menyatakan, ada indikasi kerugian negara sekitar Rp 136 miliar dari proyek itu.
Uchok mengatakan, modus yang dilakukan dengan melakukan lelang proyek terlebih dahulu sementara penerima hibahnya belum ditentukan.
Menurut Uchok, pernyaluran dana hibah itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD.
"Hibah ini seharusnya sebelum diberikan sudah tahu siapa namanya, alamat, berapa harga, tapi ternyata bantuan boat ini itu nama-namanya belum ada, alamat, nilai belum ada. Mereka melakukan lelang, setelah selesai baru penerimanya muncul," ucap Uchok.
Selain dua proyek hibah itu, Uchok mengatakan, pihaknya menemukan indikasi suap di lingkungan Pemprov Aceh terkait sengketa lahan antara perusahaan berinisial PPP dengan perusahaan berinisial PS.
Sesuai kuitansi yang diperoleh dari PT PPP, uang yang diduga suap itu mengalir ke sejumlah pihak. Di antaranya Polda Aceh, Polres di kawasan Aceh Timur, Brimob Aceh Timur, TNI, majelis hakim Pengadilan Negeri Aceh Timur, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, DPR Kota Aceh Timur, serta sejumlah tokoh masyarakat.
"Jadi, total dugaan kerugian negara atas korupsi untuk tiga kasus sebesar Rp 172,3 miliar," tandas Uchok. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Pekerja Sawit Dievakuasi
Redaktur : Tim Redaksi