Gubernur Disebut Haramkan Rancangan Qanun

Rabu, 02 November 2011 – 12:59 WIB

JAKARTA--Pimpinan Panitia Legislasi (Panleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Abdulah Saleh menyatakan, terjadi konflik regulasi antara Pemerintah Aceh dan DPR Aceh terkait proses pembahasan Peraturan Perundang-Undangan yang sejenis dengan Peraturan Daerah (Qanun) untuk Pilkada Tahun 2011.

Saleh menceritakan, konflik pembahasan qanun bermula sejak November Tahun 2010Awalnya, Pemerintah Aceh mengajukan rancangan revisi qanun Pilkada Nomor 7 tahun 2006 untuk dijadikan landasan penyelenggaraan Pilkada Aceh Tahun 2011.

"Inilah yang diusul dalam visi rancangan qanun untuk Pilkada Aceh 2011," kata Saleh saat memberikan keterangan sebagai saksi pemohon dalam sidang sengketa Pilkada Aceh di gedung MK, Jakarta, Rabu (2/11).

Pada akhir April 2011, tepatnya usai pembahasan anggaran oleh DPR Aceh lanjut Saleh, DPRA dan Pemerintah membasas rancangan Qanun Pilkada 2011 tersebut

BACA JUGA: Panggilan Kedua I Wayan Koster

Namun, belum selesainya pembahasan Qanun itu, Komisi Independent Pemilihan (KIP) Aceh, pada bulan Juli 2011 telah  mengeluarkan tahapan Pilkada dan itu sangat ditentang karena tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan DPR Aceh tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur.

Padahal, dalam pasal 66 ayat 3b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sudah jelas menyatakan, KIP Aceh menyampaikan kepada DPR Aceh tentang akan berakhirnya masa jabatan Gubernur
Begitupula dengan DPR Kabupaten.

"Di Aceh masih berlangsung rancangan pembahasan qanun antara DPR Aceh dan Pemerintah, tapi KIP telah lakukan tahapan Pilkada

BACA JUGA: Sakit Aneh, TKI Telantar 7 Bulan di Rumah Sakit Hongkong

Kami menyayangkan dan mengecam sikap KIP, karena dalam Undang-Undang harus ada pemberitahuan tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur," jelasnya.

Meski pada tanggal 28 Juli 2011, DPRA dan Pemerintah Aceh  menyelasaikan pembahasan dan memutuskan rancangan qanun Pilkada, masalah kembali muncul setelah Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf tidak mau menandatangani qanun yang telah mendapat persetujuan tersebut. 

"Ini menimbulkan konflik
Bahkan,  Gubernur mengelurkan sikap menentang

BACA JUGA: Mendagri Keluarkan SE Larangan Mutasi Ngawur

Rancangan qanun masuk ke meja saya pun haram," ujarnya menirukan ucapan Gubernur.

Ada dua hal yang tidak disepakati bersama dalam pembahasan antara Pemerintah Aceh dan DPR Aceh yakni, tentang calon perseorangan dan penyelesaian sengketa penyelesaian persengketaan melalui MKPemerintah Aceh, berpendapat, calon perseorangan wajib diakomodir dalam Pilkada dan penyelesaian sengketa Pilkada Aceh diselesaikan di MK dan bukan di MA.

Akhirnya lanjut Saleh lagi, konflik ini sempat difasilitasi oleh pihak Kementerian Dalam Negeri dengan menggelar pertemuan yang  menghasilkan kesepakatan  moratorium Pilkada Aceh (count down).

"Dalam masa jeda ada harapan qanun yang belum ada kata kesepakatan bisa dilanjutkan lagi.
Tapi pembahasan itu tidak bisa dibahas dalam kanun yang telah diparipurnakan, dan itu baru dapat dibahas lagi dalam tahun berikutnya (2012) karena sesuai peraturan pembuatan kanun," tandasnya.

Diketahui, sengketa Pemilukada Aceh ini digugat pasangan calon independent, TA Khalid-Fadhullah yang meminta tahapan proses Pilkada yang tengah berjalan dihentikan sebelum ada kepastian hukum yang jelas.

Alasanya, penggugat menilai Surat Keputusan (SK)  Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pilkada tingkat provinsi serta kabupaten/walikota di Aceh melanggar keputusan KPU 9/2010 tentang waktu 210 sebelum hari penyelenggaraan Pilkada dan lebih dahulu harus ada Petunjuk Pelaksana (Juklak) maupun Petunjuk Teknis (Juknis) pembentukan PPK, PPG, dan PPS(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... JK Tetap Keukeuh Dukung Komodo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler