Gubernur Kaltim dan Kaltara Berbagi Pengalaman UNFCCC COP25 Madrid

Kamis, 12 Desember 2019 – 22:40 WIB
Foto Paviliun Indonesia pada Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim UNFCCC COP25 di Madrid, Spanyol, Kamis (11/12) sore waktu setempat. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, MADRID - Pemerintah Indonesia terus mengupayakan untuk melakukan pengendalian perubahan iklim. Namun, untuk bisa mewujudkannya, kolaborasi tak hanya dilakukan pemerintah pusat, tetapi dari tingkat tapak juga.

Semua pihak diharapkan berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) yang menjadi kunci dalam pengendalian perubahan iklim.

BACA JUGA: Pulihkan DAS, Menteri Siti Minta Warga Tak Buang Sampah Popok di Sungai

Seperti yang terjadi di Kalimantan. Ini terungkap saat sesi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim UNFCCC COP25 di Madrid, Spanyol, Kamis (11/12) sore waktu setempat.

Dalam sesi tersebut Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Irianto Lambrie menuturkan, sebagai provinsi yang baru terbentuk dan sedang membutuhkan pembangunan, salah satu tantangan yang dihadapi adalah kondisi tutupan hutan Kaltara yang masih 80 persen.

BACA JUGA: Menteri Siti: BPDLH Melengkapi Implementasi Perubahan Iklim Indonesia

“Kami berkomitmen mengimplementasikan pembangunan rendah karbon dengan mempertahankan kelestarian hutan,” katanya.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, Kaltara telah menerbitkan peraturan gubernur yang mengatur dana alokasi dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota berbasis ekologis. Pada 2019, juga telah diterbitkan peraturan gubernur tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK.

BACA JUGA: Menteri Siti: Indonesia Tidak Ketinggalan Dalam Tata Kelola Sampah

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor menyatakan kesiapan sebagai ‘tuan rumah’ ibu kota baru.

Kaltim juga berkomitmen untuk mengimplementasikan pembangunan rendah karbon demi mendukung kesejahteraan masyarakat. “Pada periode 2020-2024, Kaltim menargetkan pengurangan emisi GRK sebanyak 86,3 juta ton setara CO2,” katanya.

Pengurangan emisi GRK itu berasal dari sektor penggunaan dan perubahan penggunaan lahan.

Menurut Isran, untuk mencapai target tersebut, Kaltim terus memperkuat tata kelola hutan dan lahan, memperbaiki administrasi pengelolaan hutan, mendorong pengurangan deforestasi dan degradasi hutan di areal yang sudah dibebani izin serta menumbuhkan mata pencaharian alternatif yang tidak merusak hutan bagi masyarakat.

Selanjutnya Kepala Dewan Perubahan Iklim Daerah Kaltim Profesor Daddy Ruhiyat menyatakan, ada peluang untuk hutan di lahan yang sudah dibebani berbagai izin perkebunan.

Tercatat ada 3,09 juta hektare lahan yang telah dibebani perizinan berbagai komoditas di Kaltim. Dari luas tersebut, baru 1,35 juta hektare yang telah ditanami komoditas perkebunan.

Untuk mempertahankan hutan yang ada di areal perkebunan, telah diterbitkan peraturan Gubernur Kaltim untuk mengelola areal bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value of Forest/HCV). Juga telah dibentuk forum komunikasi di tingkat provinsi yang melibatkan pihak swasta pemegang izin perkebunan.

“Berdasarkan analisis, terdapat areal terindikasi HCV seluas 417.507 hektar dan telah disepakati untuk dikelola dan dilindungi oleh para pihak,” kata Daddy

Tokoh masyarakat adat Wehea Siang Geah menyatakan pihaknya siap menjaga hutan Wehea yang memiliki luas hingga 94.000 hektare.

“Bagi kami, hutan bukan sekadar rumah bagi flora dan fauna. Tetapi juga pasar yang menyediakan bahan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan untuk upacara adat,” katanya. (cuy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler