LHOKSEUMAWE-Gubernur Aceh, Drh Irwandi Yusuf, menandatangani dua surat pengembalian atau penolakan qanun Pemilukada dengan tembusan KIP AcehSurat pertama Nomor 188.342/21855 tanggal 6 Juli 2011 tentang pengembalian berkas qanun ke DPRA
BACA JUGA: Demokrat Guncang, Koalisi Retak
Surat kedua Nomor 188.342/21856 tanggal 6 Juli 2011 ditujukan ke Mendagri perihal laporan perkembangan rancangan qanun Pemilukada, yang intinya menjelaskan bahwa qanun belum bisa ditandatangani karena tidak ada kesepakatan bersama.
Fantastisnya, orang nomor satu di Aceh menandatangani surat penolakan qanun baru Pemilukada di atas mobil di lapangan KP 3 Lhokseumawe, setelah mendarat dengan helikopter dari Blang Kejeren, Gayo Lues, Rabu (6/7).
“Jadi terkait tetap pada komitmen sebelum untuk mengharamkan qanun itu sampai ke meja saya
BACA JUGA: SBY Tahu Dalang di Balik Nazaruddin
Penolakan itu karena belum ada kesepakatan, maka masyarakat masih mempertanyakan tentang perkembangan qanun Pemilukada
“Saya tidak menandatangni sebuah rancangan qanun, alasannya karena belum ada kesepkatan kedua belah pihak,”u ngkapnya.
Sementara saat ditanya wartawan diberikan limit waktu selama 30 hari untuk menandatangani qanun Pemilukada, Irwandi menyatakan, kalau qanun yang belum disepakati bagaimana bisa diberikan waktu 30 hari ditandangani.
“Intinya saya tetap mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), saya kira Mendagri pun belum silap atau lupa
BACA JUGA: Pius: DPR Harus jadi Lembaga Independen
Pemilukada di Aceh harus tetap berjalan sesuai jadwal yang telah ditentukan,”pintanya.Semen tara itu, Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh, Makmur Ibrahim menambahkan, dia langsung membawa surat itu ke Lhokseumawe kemarin malam untuk bertemu dengan Gubernur agar segera ditandatangani.
"Kemarin Pak Gubernur lagi di Lhokseumawe pulang dari Gayo Lues bersama Pangdam maka saya jumpai langsung," ujar MakmurMakmur menyebutkan, surat laporan ke Mendagri merupakan kewajiban dan Itu tertuang dalam PP No 79 Tahun 2005 antara bawahan dan atasan tentang pengawasan dan pembinaan pemerintahan provinsi termasuk DPRA.
Misalnya, ada produk hukum yang dibuat di daerah, harus dilaporlan ke pusat untuk dievaluasi dan klarifikasi terutama apakah ada bidang bertentangan dengan kepentingan dan atau ketentuan lebih tinggi dari UU"Kalau ada bertentangan maka bisa dibatalkan dengan Keppres atau Perpres," demikian Makmur(arm/imj/sjm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berharap Pengungkapan Sampai ke Mafia Suara Pilpres
Redaktur : Tim Redaksi