jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Emrus Sihombing menyatakan, pihak mana pun harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 pada 28 Juni nanti.
“Tidak ada kekuatan apa pun termasuk dalam bentuk demonstrasi yang bisa menolaknya, karena sifatnya sudah final dan mengikat para pihak,” kata Emrus melalui layanan pesan, Selasa (28/5).
BACA JUGA: Kritik Pedas Waketum PAN untuk Lead Lawyer Prabowo - Sandi
Baca juga: Puji Keputusan Prabowo, Yusril Siap Ladeni Jurus Bambang Widjojanto
Seperti diketahui, pada Jumat lalu (24/5) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) terkait Pilpres 2019 ke MK. MK akan menggelar persidangan perdana atas gugatan itu pada 11 Juni 2019, sedangkan pembacaan putusannya pada 28 Juni 2019.
BACA JUGA: Pernyataan BW Soal Mahkamah Kalkulator, Begini Respons Timses Jokowi
Emrus mengharapkan tidak ada aksi unjuk rasa untuk menolak putusan MK. “Menjadi tidak lazim bila ada demonstrasi penolakan sekalipun dibungkus dengan ucapan ‘kami tetap menghormati keputusan MK’,” ujarnya.
Direktur eksekutif EmrusCorner itu menambahkan, semua pihak terutama para aktor politik harus mengikuti proses persidangan dan perdebatan hukum di MK. Menurut dia, diperlukan kedewasaan seluruh anak bangsa dalam merespons proses persidangan di MK.
BACA JUGA: Respons Pedas Komisioner KPU atas Pernyataan Bambang Widjojanto Pengacara Prabowo - Sandiaga
Emrus menjelaskan, persidangan di MK merupakan perdebatan filosofis, akademis dan normatif yang harus steril dari manipulasi. “Tidak ada ruang bagi terciptanya perdebatan politis pragmatis di persidangan di MK,” ujarnya.
Karena itu Emrus mengingatkan semua pihak lebih bijak dalam menyampaikan pernyataan di ruang publik terkait persidangan yang sedang berlangsung di MK. Semua aktor sosial dan politik harus menjaga kata dan narasi, sehingga tidak muncul lontaran komunikasi merendahkan satu dengan yang lain.
Baca juga: Konon BW Pimpin Tim Hukum Prabowo - Sandi karena Usulan Denny
“Apalagi melemahkan reputasi hakim konstitusi dan institusi-institusi negara, tentu termasuk di dalamnya institusi MK yang sedang melaksanakan tugas konstitusional menyidangkan dan memeriksa secara seksama semua fakta, data, bukti, argumentasi dan dalil terkait dugaan pelanggaran dalam kepemiluan kita,” paparnya.
Dosen ilmu komunikasi politik di berbagai universitas itu juga mengkritik Bambang Widjojanto selaku koordinator tim kuasa hukum Prabowo - Sandi yang menyebut MK sebagai mahkamah kalkulator. “Sebab, narasi ini berpotensi membangun makna yang sangat tidak baik bagi sebuah institusi negara yang sedang mengemban tugas mulia, tugas konstitusionalnya,” pungkasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Ihza Mahendra: Tautan Berita Harus Dilengkapi dengan Keterangan Saksi
Redaktur : Tim Redaksi