jpnn.com, JAKARTA - Gunung Agung di Bali sudah kurang lebih enam bulan menunjukkan keaktifannya. Terakhir menyebabkan Bandara I Gusti Ngurah Rai dan Bandara Jember ditutup akibat debu vulkanik yang menutupi ruang udara pada Jumat lalu (29/6).
Menurut Kepala Pisat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani, masih ada peluang Gunung Agung kembali erupsi.
BACA JUGA: Kuliah di Unud Itu Mahal! Kamu Nggak Akan Kuat...
Menurut Kasbani, dari data erupsi Gunung Agung di tahun-tahun sebelumnya biasanya terjadi dalam kurun waktu beberapa bulan. Misalnya saja pada tahun 1963, Gunung Agung selama satu tahun aktif. ”Bahkan pernah lebih dari itu. Ini baru enam hingga tujuh bulan,” katanya, seperti diberitakan Jawa Pos.
Namun Kasbani optimis jika sampai pertemuan IMF-World Bank Oktober nanti, gunung ini tidak akan erupsi besar. Pasalnya magma di dalam gunung masih memiliki banyak ruang. Sehingga kubah lava belum terbentuk.
BACA JUGA: Mbak Evie Menyambi Disc Jockey, tapi Tetap Sayang Famili
Menurut data yang dimiliki PVMBG hingga sebelum tanggal 27 Juni lalu, baru sepertiga magma saja yang memenuhi gunung. Artinya masih banyak ruang hingga akhirnya terbentuk kubah lava.
”Kalau mengacu erupsi sebelumnya, Gunung Agung menghasilkan awan panas. Sedangkan awan panas itu bisa terjadi jika ada kubah lava atau ada tekanan besar dari bawah. Sementara ini belum ada indikasi ada tekanan,” ucapnya.
BACA JUGA: Abu Vulkanik Menutupi Bandara Ngurah Rai
Kasbani tidak memungkiri jika masih memungkinkan adanya erupsi dalam skala kecil. Untuk itu tim PVMBG masih memasang jarak aman untuk beraktivitas adalah 4 km dari puncak gunung.
”Kalau dilihat dari fenomenanya, mulai menurun jika dibandingkan dengan 27 Juni lalu. Namun belum stabil,” kata Kasbani. Artinya masih ada kemungkinan untuk adanya erupsi.
Dia mengatakan jika dampak erupsi tidak hanya dialami mereka yang di darat. Abu vulkanik yang timbul akibat aktivitas gunung, justru bisa bergerak lebih jauh. ”Pada tanggal 29 Juni lalu sebenarnya tinggi kolom abu hanya 2000 meter. Namun berlangsung terus menerus dan arah angin ke bandara. Sehingga bandara ditutup,” katanya.
Sementara itu Ngurahma yang tinggal di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem Bali itu mengatakan bahwa masyarakat sekitar hanya mengungsi pada malam hari.
”Sejak tanggal 27 Juni kalau malam ada suara gemuruh seperti mesin pesawat jet dari gunung,” katanya saat dihubungi Jawa Pos. Dia mengatakan jika aktivitas masyarakat masih normal. Bahkan untuk sektor pariwisata pun belum ada pengaruh signifikan.
Pria yang bekerja sebagai pengelola Pura Besakih itu mengatakan jumlah wisatawan masih banyak. ”Jangan takut untuk ke Pura Besakih,” ucapnya. Pengelola pun sudah memiliki rencana jika memang terjadi erupsi besar sewaktu-waktu.
”Kami sudah pasang tanda jalur evakuasi di tempat strategis. Selain itu alat pengeras juga terpasang. Jangan takut,” ungkapnya. (lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara I Gusti Ngurah Rai Masih Beroperasi Normal
Redaktur & Reporter : Soetomo