jpnn.com, GUNUNG MAS - Program homestay desa wisata yang dicanangkan Menteri Pariwisata Arief Yahya di Rakornas II pada 18-19 Mei 2017 lalu sangat menginspirasi banyak kalangan.
Terutama daerah-daerah yang selama ini memiliki potensi sebagai destinasi wisata dan memiliki latar belakang budaya yang kuat.
BACA JUGA: Ingin Melihat Atraksi Suku-Suku Papua? Datang ke Festival Danau Sentani 2017
“Semakin banyak yang mengembangkan homestay desa wisata, semakin kuat dorongan untuk sukses,” jelas Menteri Arief.
Kali ini, giliran Pemerintah Daerah Gunung Mas (Gumas), Kalimantan Tengah (Kalteng) yang rela menggelontorkan dana miliaran rupiah demi mewujudkan Desa Hurung Bunut, Kecamatan Kurun menjadi desa wisata.
BACA JUGA: Gunung Mas Kalteng Makin Pede untuk Kembangkan Desa Wisata
“Di 2017 ini, kami kucurkan anggaran Rp 10 miliar yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Itu untuk infrastruktur jalan desa menuju Desa Hurung Bunut yang disiapkan menjadi Desa Wisata,” ujar Bupati Gumas Arton S Dohong.
Bupati Arton menjelaskan, Desa Hurung Bunut dipilih sebagai Desa Wisata karena ada beberapa kriteria yang telah dipenuhi.
BACA JUGA: Usai Lebaran, Samarinda Punya Kampung Warna-warni
Yakni memiliki kekhasan tersendiri dan masih tumbuh berkembang serta terpeliharanya jiwa gotong royong.
Selain itu, masyarakatnya juga produktif dalam membuat keterampilan.
”Pola pikir masyarakat di sana juga sudah maju, mandiri dan mampu berbuat secara baik. Sikap ini tentunya lahir karena ada kesadaran masyarakat dan pemerintah desa setempat,” ucap Arton.
Inilah kehebatan dari Bupati Arton, meski tidak memiliki obyek wisata di sekitar Desa Hurung Bunut, tapi di desa tersebut akan banyak diciptakan atraksi-atraksi menarik dan dibangun fasilitas yang bisa dinikmati para wisatawan.
“di Desa Hurung Bunut kita buat obyek wisata yang menarik bagi wisatawan sambil menikmati kehidupan di desa,” kata Bupati Arton.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Gunung Mas, Sewantapuja menambahkan, saat ini sudah ada kurang lebih 20 keluarga yang menyiapkan tempat menginap bagi para wisatawan berupa homestay.
Sewan melanjutkan, dengan telah ditunjuknya Desa Hurung Bunut menjadi desa wisata, masyarakat didesa itu juga mendapat pelatihan dan bimbingan dari pembina desa wisata tingkat nasional.
Dengan demikian, diharapkan Desa Hurung Bunut mampu menjadi desa wisata yang diandalkan.
Mengingat saat ini di Kabupaten Gumas baru ada satu desa wisata.
“Kami harapkan masyarakat bisa memanfaatkan desa wisata tersebut. Sehingga nantinya bisa membewa kesejehteraan bagi masyarakat,” cetusnya.
Selain infrastuktur jalan, Pemkab Gumas juga akan menyiapkan peralatan kerajinan masyarakat, sebagai penunjang kegiatan keterampilan masyarakat desa tersebut.
Namun, sebelum memilikinya, terlebih dahulu harus menyampaikan surat permohonan bantuan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Gumas.
”Kalau memohon bantuan juga harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan, dan dibuatkan kelompok usaha, yang tentunya sesuai dengan rencana dan program desa. SOPD (Satuan Organisasi Perangkat Daerah) terkait juga harus mendukung itu,” kata Sewan.
Sewan menambahkan, mulai 2017 pihaknya akan lebih fokus memulai kegiatan didesa wisata Hurung Bunut.
”Bila berhasil kita akan tindaklanjuti di desa-desa yang lain,” pungkasnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, untuk menciptakan sebuah Desa Wisata, harus diperhatikan 3A.
Bagaimana dengan Atraksi Pariwisata yang akan dikembangkan? Bagaimana kesiapan Akses? dukungan Amenitas-nya?
"Kalau itu sudah kuat semua, masih ada satu lagi yang 50% paling menentukan sukses tidaknya sebuah program. Yakni track record CEO Commitment-nya. Bagaimana pimpinan daerahnya dari Gubernur, Bupati dan Walikota? Apakah mereka benar-benar serius dan konkret dalam membangun daerah dengan pendekatan pariwisata,” ungkap Arief.
Menpar Arief menambahkan, desa wisata itu bisa berfungsi ganda.
Bisa sebagai amenitas dengan homestay, akomodasi di rumah penduduk yang sudah sadar wisata.
Juga bisa sebagai atraksi, karena berada dalam atmosfer kehidupan masyarakat desa yang hommy, kaya dengan sentuhan budaya, dan nuansa kekeluargaan yang belum tentu bisa ditemukan di negara lain.
Bahkan Arief sering berkelakar: “Laki-laki ciptaan Tuhan, perempuan ciptaan Tuhan, sisanya made in China!”
Di desa wisata, masyarakat tetap melakukan aktivitas menanam padi, palawija, hortikultura dan mengurus ternak.
Hanya saja, bukan semata-mata hasil dari bercocok tanam dan pertanian itu yang ditunggu hasil panennya.
“Tetapi services dan prosesnya sebagai atraksi wisata. Suasana desa wisata yang ramah, gotong royong, penuh dengan rasa kekeluargaan, kaya budaya lokal, dan sadar wisata, itu yang dijual sebagai atraksi di destinasi desa wisata,” pungkas Arief. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaet Pasar Tiongkok, Kemenpar Roadshow di Shanghai dan Chengdu
Redaktur & Reporter : Natalia