jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum persaingan usaha Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait mengatakan pemerintah perlu berhati-hati dalam membuat regulasi agar tidak merugikan masyarakat, termasuk pelabelan BPA galon yang tidak ada urgensinya.
Menurutnya, setiap regulasi yang dibuat pemerintah itu seharusnya melihat juga urgensi dan dampaknya bagi masyarakat dan industri. Bagi industri, kepastian hukum sangatlah penting.
BACA JUGA: Menurut Marc Klok, 2 Negara Ini Kandidat Kuat Juara Piala Dunia 2022
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu menegaskan dunia industri dan dunia persaingan itu sangat ditentukan oleh regulasi yang dikeluarkan apakah akan menambah beban atau tidak.
"Jadi, kalau peraturan yang dibuat BPOM itu bersifat diskriminatif, itu hanya menguntungkan satu pelaku usaha dan pasti akan menyebabkan keributan. Jangan gitu dong, level playing field-nya mesti sama,” ujarnya pada acara talk show Trijaya bertema “Kasus Etilen Glikol, Pelabelan Kemasan Tidak Boleh Diskriminatif”, Rabu (9/11).
BACA JUGA: Polisi Periksa Kejiwaan Pelaku Mutilasi Perempuan di Humbahas, Begini Penjelasannya
Menurut Ningrum, kalau ada yang sifatnya diskriminatif dan mematikan satu dunia usaha atau satu pelaku usaha tertentu seperti peraturan pelabelan BPA yang hanya dikenakan pada galon guna ulang, itu bisa di-judicial review peraturannya.
“Saya bukan apriori, saya respek sekali kepada BPOM. Tapi bagi saya, sebenarnya nggak tertarik soal pelabelan BPA galon guna ulang ketimbang harus mengurus musibah sirup obat batuk yang menyebabkan banyak anak meninggal,” tambahnya.
BACA JUGA: Pria yang Sok Jago Mau Menguliti Tuhan Terancam Hukuman Berat
Ningrum mengatakan soal pelabelan BPA pada galon guna ulang ini bukanlah kebijakan yang harus dilakukan terburu-buru mengingat belum ada kejadian orang meninggal karena mengkonsumsi air minumnya.
Menurutnya, yang harus diutamakan BPOM itu justru pelabelan bebas etilen glikol pada kemasan yang mengandung zat kimia yang telah menyebabkan banyak anak meninggal dunia.
“Ini sudah jelas-jelas ada bukti bahayanya ketimbang air minum kemasan galon guna ulang. Para ahlinya juga masih ada dispute soal BPA galon guna ulang ini berbahaya atau tidak," ujarnya.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, menyampaikan dari sudut kesehatan masyarakat bahwa isu kesehatan masyarakat harus melihat evidence base-nya.
Hermawan pada acara diskusi Trijaya bertajuk Urgensi Pelabelan BPA Galon Guna Ulang juga menegaskan bahwa pelabelan ini menjadi tidak efektif karena unsur pelabelan itu masuk ke dalam kendali perilaku dan bukan pada substansi yang seharusnya sudah dikendalikan pada saat produksi.
“Untuk BPA ini, dari kasus konsumsi kami belum melihat evidence base atau fenomena dan fakta yang cukup dan berdampak luas di masyarakat. Apabila ada isu zat ini berbahaya khususnya di pangan, maka kendalinya ada diproduksi dan didistribusi bukan di labelnya. Ini tidak bisa coba-coba," ujar Hermawan.(dkk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean