jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Bidang Ilmu Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof M Mukhtasar Syamsuddin menyoroti kekhawatiran masuknya ideologi transnasional ke Indonesia.
Menurutnya, hal tersebut perlu ditangani secara optimal.
BACA JUGA: Pembantu Presiden Temui Buya Syafii Secara Khusus
Salah satu cara untuk menangkalnya, melalui kajian logis dan faktual atas Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
“Kajian tersebut difokuskan pada upaya menemukan bukti-bukti empirik dan rasional untuk mempertegas pengertian Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai kebudayaan daerah yang bermuatan kecerdasan lokal (lokal genius) masyarakat,” ujar Prof Mukhtasar dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (3/9).
BACA JUGA: Kata Pemerkosaan Kabarnya Mau Diganti Jadi Pemaksaan Hubungan Seksual
Prof Mukhtasar mengingatkan kembali tentang penelitian yang pernah dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) tentang kearifan lokal yang dinilai efektif menangkal paham radikal di negeri ini.
“Hal yang perlu dilakukan berikutnya adalah menjabarkan kembali temuan atau data dan informasi hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk petunjuk operasional untuk menangkal ideologi transnasional,” ucapnya.
BACA JUGA: Keren! Tukang Bangunan ini Dapat Hadiah dari Kapten Amerika
Untuk memastikan efektivitas upaya tersebut, diperlukan sinergi dan koordinasi kelembagaan.
Baik antarlembaga pemerintah maupun antarlembaga sosial masyarakat, guna ikut menyebarkan petunjuk operasional tersebut.
Terutama di lembaga pemerintahan atau organisasi kemasyarakatan yang berkepentingan melaksanakan program penangkalan paham asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.
“Tentunya BNPT perlu bersinergi dengan lembaga pendidikan dalam memanfaatkan hasil digitalisasi dokumen agar nilai-nilai kearifan lokal dapat disertakan dalam materi pembelajaran di lembaga pendidikan,” tuturnya.
Prof Mukhtasar mengemukakan perlunya visualisasi yang masif melalui media sosial yang digandrungi anak muda terkait nilai-nilai kearifan lokal sebagai hasil dari reproduksi dokumen yang memuat nilai kearifan lokal dari berbagai kebudayaan daerah.
“Demikian halnya dengan nilai-nilai kearifan lokal yang berbentuk perilaku, budaya, dan nilai-nilai masyarakat perlu divisualisasi secara masif melalui pementasan kebudayaan, perfilman, seni panggung, atau video yang dapat mengisi ruang-ruang media sosial,” tuturnya.
Pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi DI Yogyakarta mengemukakan keprihatinannya tentang kondisi masyarakat saat ini.
Dia melihat masyarakat begitu mudah terpengaruh budaya luar dan cenderung meninggalkan kearifan lokal.
Prof Mukhtasar menganggap rendahnya kesadaran kritis masyarakat menjadi pemicu utamanya.
“Kesadaran kritis bisa dipahami sebagai kemampuan masyarakat dalam memilih dan memilah pengaruh budaya asing."
"Mana yang pantas dan mana yang tidak pantas untuk diterima. Dengan kesadaran kritis, masyarakat tidak akan mudah meninggalkan kearifan lokalnya,” ucap pria yang meraih gelar doktoral dari Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Korea Selatan ini.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mendukung tumbuhnya kesadaran kritis tersebut adalah dengan menggalakkan program literasi budaya dan bagaimana masyarakat dapat diajarkan memanfaatkan media secara positif.
Karena menurutnya, negara melalui regulasi yang berlaku sudah cukup tegas melindungi kearifan lokal.
Namun demikian, perlu ditinjau ulang mengenai pengawasan terhadap pelaksanaannya yang dinilai masih lemah.
“Dalam konteks kekinian atau dalam era perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sekarang ini, hal yang urgen dilakukan untuk mendukung tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat adalah menggalakkan program literasi budaya dan pemanfaatan media bagi masyarakat,” kata Mukhtasar.
Prof Mukhtasar menyarankan langkah sinergi bagi pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan terkait upaya mengembangkan kearifan lokal masyarakat Indonesia.
Oleh karena terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal atau lebih umum lagi dengan kebudayaan bangsa, maka kunci keberhasilannya terletak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), katanya.
“Kebijakan yang dibuat dan dijalankan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan ini tentunya bertujuan untuk menjaga kearifan lokal masyarakat."
"Ini agar jangan sampai bertentangan atau kontraproduktif dengan kebijakan yang dijalankan kementerian lain, terutama dalam bidang ekonomi dan pariwisata,” pungkas Prof Mukhtasar.(Antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang