Guru Honorer K2 Tua Peraih Rekor MURI, Penulis Ratusan Buku, tetapi Tumbang di Tes PPPK Tahap I

Kamis, 14 Oktober 2021 – 19:52 WIB
Melyani Dwi Astuti, guru honorer K2 tua yang punya segudang prestasi harus tumbang di tes PPPK tahap I. Foto dokumentasi Melyani Dwi Astuti for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Seorang guru honorer K2 tua Melyani Dwi Astusi gagal menjadi PPPK.

Meskipun memiliki segudang prestasi, serta mendapatkan afirmasi dari pemerintah, tetapi semua itu tetap tidak mampu menolong Melyani.

BACA JUGA: Beredar Petisi Prioritaskan Guru Honorer Negeri pada Tes PPPK Tahap II, Targetkan 100 Ribu Tanda Tangan

Hal itu disebabkan Mulyani bukan guru prioritas atau guru induk.

Melyani memang tercatat sebagai guru dj SDN Kupang Krajan I/604 Surabaya.

BACA JUGA: Passing Grade PPPK di KepmenPAN-RB 1169 Tahun 2021, Afirmasi Besar bagi Guru Honorer Tua

Dia mulai bekerja sejak 2003 sampai sekarang.

Keinginan besarnya menjadi PPPK membuat guru honorer yang ikut berkontribusi menulis buku untuk memecahkan rekor MURI tersebut berupaya semaksimal mungkin.

BACA JUGA: Guru Honorer K2 Beserdik Dapat Nilai Tertinggi tetapi Tidak Lulus PPPK Tahap 1, DPR Bergerak Cepat

"Saya belajar modul-modul Kemendikbudristek, ikut guru belajar, lihat YouTube, ikut bimbel, dan semua saran teman-teman agar bisa lulus tes saya ikuti," ujarnya kepada JPNN.com, Kamis (14/10).

Dia tidak terpengaruh dengan afirmasi atas pengabdiannya selama 18 tahun tiga bulan.

Di usianya yang ke-51, Melyani berusaha ingin mendapatkan hasil terbaik.

Tibalah saatnya tes PPPK.

Meski tingkat kesulitan soal sangat tinggi, Melyani berhasil lulus passing grade.

Sayangnya, karena yang dilamar guru honorer penulis ratusan buku ini adalah jenjang SMP, dia harus tumbang.

Alasannya, Melyani bukan guru induk.

Bergetar hatinya, berontak jiwanya karena kalah akibat regulasi yang tidak berpihak kepada guru honorer tua noninduk.

Dia bertanya-tanya apakah segudang prestasi yang sudah ditorehkannya dan membanggakan Kota Surabaya, tidak menjadi perhatian pemerintah.

Padahal, Melyani mengatakan, di usianya yang sepuh, prestasinya tidak kalah mentereng dengan guru PNS muda.

"Saya terpukul sekali. Apakah indikator guru prioritas hanya guru induk. Apakah prestasi yang saya raih ini tidak bisa dijadikan tolok ukur," tanya guru honorer kelahiran Surabaya, 4 April 1970 ini.

Dia hanya berharap ada keajaiban yang bisa diraihnya.

Setidaknya penghargaan atas sumbang pemikiran lewat buku-buku yang sudah dituliskan saat disibukkan dengan kegiatan belajar mengajar.

Melyani tetaplah seorang guru honorer yang punya semangat pantang menyerah.

Di setiap aksi menuntut kejelasan status honorer K2, dia selalu tampil terdepan.

Beorasi dengan bahasa sastra yang sarat makna.

"Saya hanya butuh pengakuan pemerintah pusat karena saya sudah terlebih dulu mendapatkannya (pengakuan) dari masyarakat yang mencintai buku-buku hasil karya saya," pungkas Melyani. (esy/jpnn)

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Boy
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler