Guru Honorer, Pahlawan Tanpa Tanda Sejahtera

Senin, 27 November 2017 – 00:45 WIB
Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SEMARANG - Sebagian guru sudah menerima tunjangan sertifikasi dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Namun, hingga kini masih banyak Guru Tidak Tetap (GTT) yang berada di bawah garis sejahtera.

Bahkan tak sedikit, honor yang mereka terima jauh dari layak. Bagaimana mereka bertahan antara mengajar dan memenuhi kebutuhan hidupnya? Seperti apa kepedulian pemerintah?
---
TANGGAL 25 November kemarin diperingati sebagai Hari Guru. Pahlawan tanpa tanda jasa, begitulah sebutan untuk para guru.

BACA JUGA: Gaji Guru Honorer Rp 100 Ribu per Bulan, sampai Kapan?

Namun khusus Guru Tidak Tetap (GTT) ataupun guru honorer, gelar itu diplesetkan menjadi “Pahlawan tanpa tanda sejahtera.”

Maklum saja, pendapatan yang mereka terima dari mengajar sangat minim. Linda Fitriastuti, misalnya.

BACA JUGA: FSGI Desak Gubernur Bayar Gaji Guru Honorer SMA/SMK

Perempuan ini sudah kurang lebih 5 tahun menjadi guru honorer di SDN Langenharjo 1 Kabupaten Kendal, Jateng.

Dalam seminggu, lajang berusia 33 tahun ini mengajar selama 24 jam. Meski begitu, gaji yang diterima dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) hanya Rp 450 ribu per bulan.

BACA JUGA: Guru Honorer Jadi Korban Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi

Jelas gaji itu di bawah standar, atau jauh dari upah minimum Kabupaten Kendal yang besarannya di atas Rp 1,5 juta.

"Tapi saya bersyukur masih bisa hidup, dengan usaha dan keringat sendiri," jelas Linda Fitriastuti kepada Jawa Pos Radar Semarang.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Linda pun harus pandai-pandai mencari sambilan agar dapur tetap mengepul. "Kebetulan saya juga buka les privat, jadi kebutuhan rumah bisa tercukupi," katanya.

Dari les privat itu, ia mendapatkan bayaran sekitar Rp 600 ribu per bulan. Hal itu ia lakukan di sela-sela kesibukannya mengajar.

Menurut dia, tenaga guru honorer beban kerjanya lebih banyak daripada guru PNS. Namun ia mengaku tidak berhenti bersyukur karena juga mendapatkan tunjangan dari DPRD Kendal sebesar Rp 400 ribu selama 8 bulan.

"Beban besar itu karena guru PNS, terkadang belum menguasai masalah IT," ucapnya.

Ia mengenang, saat awal menjadi GTT, diberi mandat untuk mengajar kelas 2. Namun saat ini, ia mengajar siswa kelas 4, karena ada guru PNS yang diangkat menjadi kepala sekolah.

Meski bisa dibilang berat, Linda mengaku ikhlas menjalankan pekerjaannya demi niat tulus mencerdaskan anak bangsa.

"Saat ini, saya mengajar kelas 4 Mas, tentu tantangan lebih berat dibandingkan mengajar kelas 2," ujar almunus S1 Peternakan Unsoed Purwokerto, yang melanjutkan studi di Universitas Terbuka program studi Pendidikan Guru SD ini.

Ia berharap agar ke depan, minimal kesejahteraan guru honorer bisa lebih diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Kendal.

Sembari berharap ada pengangkatan PNS bagi guru dengan status seperti dirinya. "Saya harap ada peningkatan dari segi kesejahteraan," harapnya.

Guru Bimbingan Konseling (BK) SMA Negeri 1 Semarang, Tulus Wardoyo, mengaku saat ini sebagian besar GTT hampir memenuhi syarat jam pelajaran.

Suami dari Hanif Eka Setiani ini mengakui biaya hidup memang besar, sementara penghasilannya sebagai GTT sangat minim.

Tak heran, ia dan kebanyakan GTT lain memiliki pekerjaan sambilan, seperti emmberikan les privat, berjualan dan berbagai kerja sambilan lainnya.

"Kalau hanya mengandalkan gaji tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat ini, gaji yang saya terima standar UMK+10 persen," jelas Tulus Wardoyo kepada Jawa Pos Radar Semarang, Jumat (24/11).

Di luar itu, GTT tidak mendapat tunjangan, kecuali THR. Namun semuanya kembali pada kebijakan masing-masing sekolah.

Mantan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP 10 November 1 Semarang ini mengaku bersedia mengajar sekalipun gaji sedikit, karena panggilan hati. Selain itu, passion-nya adalah pendidik.

Berbeda lagi dengan Guru SMP Muhammadiyah 1 Semarang, Vida Kharisma. Ia mengaku tetap bertahan mengajar meski honor yang diterimanya jauh di bawah UMR.

"Pengeluaran saya untuk orang tua juga tidak terlalu banyak. Istilahnya cuma memberikan beberapa lembar untuk iuran BPJS ataupun bayar listrik,"kata guru yang masih lajang ini.

Saat ini, honor yang diterima Vida antara Rp 800 ribu-Rp 1 juta per bulan. Menurutnya, honor itu sangat disyukuri. Karena selama ini perhatian yayasan terhadap para guru cukup baik.

Ia memaklumi, sebagai sekolah swasta, pemasukan utama hanya dari pembayaran SPP siswa.

Padahal tahun ini rata-rata sekolah swasta, termasuk sekolahnya, mengalami penurunan jumlah siswa. "Jadi, ya hanya mampu dibayar sesuai dengan jumlah siswa,"ujarnya. (den/jks/ewb/aro)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Syarat Guru Honorer Daftar CPNS, Sungguh Berat


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler