Guru Honorer Tak Betah Digaji Rp 250 Ribu per Bulan, jadi Kuli di Pelabuhan

Kamis, 26 November 2015 – 00:48 WIB
foto ilustrasi.dok.JPNN

jpnn.com - PONTIANAK – Yudi, seorang mantan guru honor di Pontianak Utara. Dia meninggalkan pekerjaan sebagai pengajar karena besaran “gaji” yang diterima tidak seberapa. Apalagi ia telah memiliki anak dan istri. Beban ekonomi yang terus bertambah menjadi pemicu ia meninggalkan profesi sebagai guru honorer.

Jebolan sarjana pendidikan di Pontianak itu menuturkan, usai meninggalkan pekerjaan tersebut dia sempat beberapa bulan menjadi kuli panggul di Pelabuhan Dwikora.

BACA JUGA: Kisah Sedih Guru Honorer, Dibayar Rp20 Ribu Sekali Ngajar

Tak banyak pilihan bagi Yudi. Di usia kepala tiga diakui dia, cukup susah mencari kerja, sekarang ia terpaksa kerja apa saja yang penting halal.

“Sebagian besar perusahaan swasta jarang mau menerima karyawan untuk bekerja di perusahaan, apalagi umur saya sudah 30 ke atas, jadi ijazah S1 tidak terlalu dipandang jika umur telah lewat, ditambah pengalaman kerja minim,” keluhnya saat ditemui Pontianak Post (Jawa Pos Group).     

BACA JUGA: Diminta Menangkan Salah Satu Calon, PNS Cianjur Ketakutan

Kini, khayalan untuk dapat menjadi guru berstatus PNS tinggal mimpi. Kerasnya hidup, terutama untuk mencukupi kebutuhan hari-hari, dianggap sebagai lawan terberat bagi dia untuk terpaksa meninggalkan pekerjaan honor itu.

“Dulu semasa honor gaji saya hanya Rp250 ribu per bulan, sekarang saya mempunyai tanggungan, anak saya juga baru lahir, mau makan apa, belum untuk susu anak, belum lagi harga BBM kadang turun kadang naik, itu alasan terbesar saya meninggalkan pekerjaan tersebut,” ungkapnya.

BACA JUGA: Dituding Lecehkan Budaya Sunda, Begini Klarifikasi Ketua FPI

Menurut Yudi, pemerintah juga harus mengkaji ulang tentang upah gaji tenaga honor. Kenapa tidak disetarakan dengan UMK. “Apa yang salah dari tenaga honor? Kinerja mereka bisa dikatakan setara dengan guru berstatus PNS, mengapa gajinya tidak di UMK-kan saja? Jika dibandingkan, gaji guru honor jauh lebih prihatin ketimbang para karyawan pabrik,” ujarnya.

Memang, lanjutnya, dia sangat ingin tetap menjadi guru, ingin mencerdaskan anak bangsa, namun kebutuhan ekonomi keluarga tidak bisa dicuekin.

“Bagaimana mau mencerdaskan anak bangsa, sedangkan konsentrasi tenaga honor terpecah-pecah karena memikirkan kebutuhan hidup tadi. Jangan sampai ada tenaga honor lain yang berhenti karena ini,” ucapnya. (iza/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lecehkan Budaya Sunda, Habib Rizieq Dilaporkan ke Polisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler