jpnn.com, PANDEGLANG - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan berdasarkan perjalanan sejarah Indonesia, Empat Pilar kebangsaan yang ada saat ini sesungguhnya merupakan hasil ijtihad para kiai dan ulama.
Keempat pilar itu adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). Karena itu, nilai-nilai yang diwariskan para pendahulu bangsa ini harus tetap dijaga dan diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
BACA JUGA: Didukung Para Guru Besar, Syarief Hasan: Demokrat Semakin Kukuh Menolak RUU Ciptaker
"Empat Pilar adalah warisan nilai-nilai yang menjadi ijtihad para kiai dan alim ulama. Empat Pilar itu hasil ijtihad. Apa yang sudah final ini, yaitu Empat Pilar, harus terus diperjuangkan," kata Jazilul Fawaid.
BACA JUGA: Eks Pengacara Habib Rizieq Beber 8 Hoaks UU Cipta Kerja, Pembakar Emosi
Hal ini disampaikannya dalam Sosialisasi Empat Pilar di Pondok Pesantren Mathla'un Nawakartika, Kecamatan Citata, Kabupaten Pandeglang, Banten pada Kamis (8/10).
Sosialisasi ini kerja sama MPR dan PCNU (RMI NU/Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama) Kabupaten Pandeglang, dan dihadiri anggota MPR Rano Alfath, pimpinan Pondok Pesantren serta Ketua PCNU Kabupaten Pandeglang dan Rois Syuriah PCNU.
BACA JUGA: Mahasiswa Bergerak ke Istana, Ada yang Bawa Spanduk Jokowi Lagi Kangen
Pimpinan MPR yang beken disapa dengan panggilan Gus Jazil menyebut Empat Pilar MPR itu sudah final dan harus diperjuangkan di tengah masyarakat.
Karena itu, jika ada orang atau kelompok yang ingin mengganti Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, mereka sama seperti orang melindur. "Karena itu para pemimpin dan kita semua harus memahami Empat Pilar," ujarnya.
Legislator PKB itu mengatakan bahwa Empat Pilar itu membuat Indonesia masih berdiri tegak hingga saat ini.
"tidak ada Empat Pilar maka roboh negara ini. Di kalangan NU disebut PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945) yang membuat Indonesia kokoh," ucap Gus Jazil.
Politikus asal Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur ini juga menerangkan peran NU dan para ulama dalam perjuangan kemerdekaan.
"Bisa dilihat peran ulama dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Kalau tidak ada peran kiai dan ulama, bangsa ini tidak merdeka," tegasnya.
Di kalangan kiai dan santri, katanya, nilai-nilai cinta Tanah Air itu merupakan sebagian dari iman, hubbul wathon minal iman.
"Itu yang dikatakan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Jadi bagi NU, agama dan nasionalisme itu tidak bertentangan. Bahwa cinta kepada Tanah Air adalah bagian dari iman," jelasnya.
Hal itu pula yang menurutnya membuat Indonesia bisa meraih kemerdekaan.
"Tanpa pemahaman itu, kita tidak akan merdeka. Indonesia tidak mengalami masalah seperti negara-negara lain yang masih belum menemukan rumus antara agama dan negara," ucap Gus Jazil.
Resolusi jihad, tambah Gus Jazil, mendorong gerakan kepahlawanan 10 November di Surabaya, dan saat ini hari lahirnya resolusi jihad itu pada 22 Oktober 1945 diperingati sebagai Hari Santri.
"Semua itu didasari perjuangan para kiai dan santri. Sebab saat itu Indonesia belum mempunyai tentara. Dengan resolusi jihad umat Islam wajib melawan penjajah," pungkasnya.(jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam