jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengingatkan agar MPR bertindak sesuai kehendak rakyat.
Demikan halnya dalam menyikapi wacana amendemen UUD 1945, MPR diingatkan untuk jangan salah langkah.
BACA JUGA: Refleksi 76 Tahun MPR RI: Pengawal Pancasila dan Daulat Rakyat
”MPR itu adalah daulat rakyat. Jadi apa yang dilakukan oleh MPR harus mencerminkan kehendak rakyat,” ujar Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul Fawaid, Senin (30/8).
Sebagai narasumber pada Diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk ”Refleksi 76 Tahun MPR sebagai Rumah Kebangsaan Pengawal Ideologi Pancasila dan Kedaulatan Rakyat” di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Gus Jazil menekankan, mengubah konstitusi atau UUD biasanya selalu terkait dengan dinamika perkembangan masyarakat.
BACA JUGA: Maknai Usia 76 Tahun, MPR Harus Tingkatkan Spirit Kebangsaan Saat Masyarakat Sulit
Setiap perubahan, kata Gus Jazil, selalu mensyaratkan adanya perubahan konstitusi.
”Kalau Zaman Orde Baru itu istilahnya kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang murni dan konsekuen, sekian tahun itu menggunakan tema itu," paparnya.
BACA JUGA: Gus Jazil: Aktivis Muda Harus Punya Komitmen Kebangsaan dan Nasionalisme
Akhirnya sampai era reformasi, lanjut dia, amandemen konstitusi berlangsung sampai 5 kali.
"Enggak tahu nanti pandem ini akan mengubah atau enggak karena ada salah satu rekomendasi dari pimpinan MPR yang lalu, itu memasukkan atau sedang ada dalam kajian di Badan Kajian Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR yaitu amendemen terbatas terkait dengan PPHN,” urainya.
Gus Jazil kembali menekankan, amendemen sebagai kewenangan tertinggi MPR juga harus mencerminkan kehendak rakyat.
Demikian juga dalam membahas tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) atau pasal-pasal yang lain.
Sebab, tegasnya, jika apa yang dilakukan MPR tidak sesuai dengan kehendak rakyat, dipastikan akan timbul persoalan baru.
Apakah PPHN dibutuhkan di era pandemi?
Menurut Gus Jazil, hal itu tergantung dari hasil kajian yang sedang dilakukan MPR.
Namun, ada berbagai persoalan baru selama terjadi pandemi ini.
Salah satunya terkait terbatasnya kegiatan masyarakat, termasuk di sekolah, kampus, mal, bahkan masjid dan tempat-tempat umum lainnya.
”Kalau nanti tahun 2024 ternyata aktivitas politik juga ditutup, ini pasti ada masalah di ketatanegaraan. Tentu kita enggak mengharapkan itu. Kita tidak menginginkan itu. Kita ingin segera pulih. Tetapi kalau itu tidak ditemukan maka tidak ada jalan keluar kecuali melalui amendemen,” urainya.
Sebab, menurut Gus Jazil, belum ada landasan yang bisa dijadikan acuan dalam sistem ketatanegaraan jika sampai ada pengunduran pemilu akibat pandemi atau kondisi kedaruratan.
”Di zaman pandemi ini ada dua perppu yang dikeluarkan oleh pemerintah," terangnya.
Dia menyebutkan, pertama perppu terkait dengan Sistem Keuangan Negara.
Kedua, pengunduran jadwal Pilkada.
"Kalau jadwal pilkada bisa diatur dengan perppu, tapi kalau mengundurkan pemilu presiden, saya pikir belum ketemu itu jalurnya seperti apa,” katanya.
Karena itu, Wakil Ketua Umum Bidang Pemenangan Pemilu DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan bahwa apapun langkah yang diambil harus tetap taat pada konstitusi yang ada.
”Oleh sebab itu, mari kita wujudkan kehendak rakyat ini sesuai dengan konstitusi dan demokrasi yang kita punya,” pungkas Gus Jazil. (mar1/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketum Muhammadiyah Ingatkan Pengusung Wacana Amendemen UUD 1945
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi, Sutresno Wahyudi