Gus Yaqut Beber 3 Cara untuk Antisipasi Pelemahan Rupiah

Kamis, 06 September 2018 – 18:23 WIB
Ketum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas. Foto: GP Ansor

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengapresiasi rencana pemerintah yang akan mengambil sejumlah langkah untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah.

"Pemerintah harus memberi perhatian ekstra terhadap terpuruknya rupiah dan segera mengambil langkah-langkah penanganannya secara tepat, mencari solusi yang benar-benar solutif,” kata Yaqut, Kamis (6/9).

BACA JUGA: Wiranto: Jangan Desak-desak Pemerintah!

Pria yang karib disapa Gus Yaqut itu menilai ada tiga hal yang harus menjadi landasan pemerintah dalam mencari solusi atas krisis ini.

Pertama, industrializing industry, yakni industri yang melahirkan industri lagi seperti membuat mesin da  teknologi informasi.

BACA JUGA: Rupiah Melemah, Oso: Penyebabnya Faktor Eksternal

Artinya, jangan hanya fokus pada industri yang membuat produk habis pakai.

Kedua, export promotion. Hal ini berarti industri-industri unggulan dan produk-produk andalan harus menjadi prioritas untuk diekspor.

BACA JUGA: Rupiah Keok, Satgas Pangan: Harga Bahan Pokok Masih Normal

“Bahkan dilakukan promosi besar-besar terhadap produk yang laku dan layak dijual di luar negeri,” imbuh Gus Yaqut.

Yang ketiga, lanjut Gus Yaqut, adalah import substitution. Pemerintah harus memetakan produk impor yang bisa disubtitusi dan yang tidak dengan melihat kapasitas industri.

“Dulu, misalnya, menjual pesawat Nurtanio untuk ditukar dengan beras. Terhadap produk seperti ini kalua perlu pemerintah kasih insentif. Namun, jika belum bisa disubstitusi, maka harus mempertimbangkan substitusi impornya dalam konteks global supply chain,” terang Gus Yaqut.

Hal yang juga penting dilakukan, sambung Gus Yaqut, pemerintah harus memikirkan skenario terburuknya agar situasi terburuk tidak terjadi.

Artinya, jangan hanya berpikir sebatas pada pelemahan rupiah saja. Gus Yaqut mencontohkan Tunisia sebelum krisis pada 2011 dinilai sebagai negara paling kompetitif di Afrika oleh World Economic Forum (WEF).

Menurut IMF, Tunisia disebut sebagai contoh paling baik yang perlu ditiru sebagai negara paling aman di Afrika untuk investasi sehingga tidak termasuk negara gagal versi Failed State Index. Saat itu status Tiongkok dan Indonesia justru dinilai sudah bahaya.

“Namun, semua itu ternyata hanya asumsi saja. Tunisia ternyata menjadi negara pertama yang terlibas Arab Spring. Setelah Tunisia kemudian Mesir yang dalam kondisi baik-baik saja. Sebab itu harus waspada terhadap kemungkinan adanya penumpang gelap," ujar Gus Yaqut.

"Misalnya gerakan politik yang menawarkan ide khilafah sebagai solusi mengatasi krisis. Kondisi Tunisia ini mirip dengan Indonesia yang belakangan marak dengan kelompok yang menawarkan ide khilafah. Mesir di era Hosni Mubarak ada gerakan Kefaya, mirip dengan gerakan Jokowi Cukup Satu Periode atau #2019GantiPresiden,” tandas Gus Yaqut.

Karena itu, kata Gus Yaqut, yang harus diselesaikan adalah masalah ekonomi dulu daripada menjaga citra pemerintah saja.

“Saya lihat di media sosial banyak narasi yang kontraproduktif dari nitizen. Misalnya, membandingkan kondisi pelemahan kurs saat ini dengan kondisi pemerintahan sebelumnya. Ini justru tidak menguntungkan pemerintah. Atau imbauan-imbauan bantu pemerintah demi rupiah, tunda jalan-jalan ke luar negeri, beli produk lokal, tunda beli barang-barang mewah, pakai transportasi publik, dan lain-lain,” ujar Gus Yaqut.

Menurut Gus Yaqut, sudah semestinya pemerintah mengatasi pelemahan rupiah, sedangkan rakyat hanya membantu.

“Rakyat akan melakukan imbauan tersebut, tetapi pemerintah juga harus menunjukkan langkah konkret mengatasi masalah ini. Pemerintah juga harus merangkul semua eleman bangsa untuk bersama diajak mencari solusi dari krisis ini,” kata Gus Yaqut.

Gus Yaqut mengatakan, rakyat menunggu langkah konkret pemerintah dalam mencari solusi atas anjloknya rupiah karena dampaknya sangat besar. Yaqut tidak bisa membayangkan jika rupiah sampai melompat ke angka Rp 20 ribu.

Saat ini, kata Gus Yaqut, dunia usaha dan rakyat sudah berat. Harga-harga pasti akan naik. Harga produk yang berbahan baku impor juga melambung.

“Tempe mahal karena kedelainya diimpor. Beras dan garam juga impor,” kata Gus Yaqut. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sektor Perumahan Tak Terpengaruh Pelemahan Rupiah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler