jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Habib Aboe Bakar Alhabsyi mempertanyakan soal oknum polisi nakal serta prosedur penanganan perkara yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Pertanyaan itu disampaikan pada hari kedua kunjungan kerja Komisi III DPR ke wilayah DKI Jakarta, yang pada Jumat (19/2) menyambangi Polda Metro Jaya dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta.
BACA JUGA: Peredaran Narkoba Marak di Lapas, Habib Aboe: Harus Ada Evaluasi Mendasar
Habib Aboe yang juga ketua Mahkamah Kehormatan DPR RI itu mengatakan pada 2020 ada 45 personel Polda Metro Jaya yang diberhentikan dengan tidak hormat.
“Angka ini naik 13 persen dari sebelumnya. Artinya jumlah oknum 'polisi nakal' di Jakarta bertambah tahun ini,” katanya melakukan pertemuan di Polda Metro Jaya, Jumat (19/2).
BACA JUGA: Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Habib Aboe: Saat Ini Kita Sedang Diuji
Karena itu, Habib Aboe meminta Polda Metro Jaya melakukan antisipasi guna mencegah hadirnya oknum polisi yang nakal saat menjalankan tugasnya.
“Seharusnya Polda memiliki langkah antisipatif untuk mencegah adanya oknum nakal dalam menjalankan tugasnya. Perlu dilakukan pembinaan mental dan mekanisme pengawasan yang ketat agar tidak ada oknum nakal lagi," ujarnya.
BACA JUGA: Teror KKB Kian Meresahkan, Pimpinan DPR Desak Panglima TNI, Kapolri, Pemerintah Menentukan Sikap
Habib Aboe juga menyampaikan banyaknya keluhan dari masyarakat yang menceritakan bahwa mereka sangat sulit mendapatkan akses untuk menemui atau memberikan pendampingan hukum, utamanya kalau kasus aksi demonstrasi.
Menurutnya, keluhan serupa juga datang dari organisasi bantuan hukum yang resmi terdaftar di Kemenkum dan HAM.
Ia mencontohkan, saat organisasi bantuan hukum mereka mendampingi peserta aksi demontrasi terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja, seorang oknum tidak memberikan akses pendampingan.
“Padahal pendampingan hukum adalah hak asasi yang harus diberikan kepada semua orang,” katanya.
Selain itu, lanjut Habib Aboe, ada beberapa masukan terkait pendampingan tahanan untuk orang miskin. Dia pun memberikan beberapa catatan untuk Polda dari para pengacara pro bono.
Pertama, akses penyuluhan di rutan polda dan polres sangat tertutup, padahal Undang-Undang (UU) Bantuan Hukum memberikan program ini. “Jadi, ini resmi program melalui Kemenkum dan HAM,” tegasnya.
Kedua, Rutan Polda dan Polres tidak tahu cara membuat surat keterangan miskin. Padahal, rutan-rutan lain biasa memberikan surat tersebut sebagai syarat pemberian bantuan hukum gratis untuk masyarakat miskin.
"Catatan-catatan ini tolong dijadikan masukan untuk dilakukan pembenahan ke depan, karena meskipu Jakarta adalah Kota Metropolis, tidak semua orang yang bermasalah merupakan orang yang memiki kemampuan keuangan untuk didampingi pengacara,” katanya.
“Inilah fungsinya negara memberikan bantuan hukum melaui APBN," tambah sekretaris jenderal (sekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Selain itu, Habib Aboe menggarisbawahi persoalan peredaran narkoba di Jakarta.
Aboe menyampaikan kepada Kepala BNNP Jakarta bahwa saat ini diperkirakan pengguna narkoba di ibu kota mencapai 260 ribu orang.
"Padahal ada visi 'Jakarta Zero Narkoba'. Untuk itu, perlu ada langkah ekstra oleh BNNP DKI Jakarta untuk mewujudkan Jakarta Zero Narkoba ini. Perlu ada desain khusus oleh BNNP Jakarta untuk menekan jumlah pengguna narkoba di Jakarta,” paparnya.
Lebih lanjut Habib Aboe juga mencermati persoalan peredaran narkoba yang makin marak di tengah pandemi Covid-19.
Pasalnya, pada saat pembelakuan pembatasan kegiatan masyarakat Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) karena Covid-19, ternyata peredaran narkoba tidak menurun, bahkan di beberapa daerah cenderung meningkat.
"Untuk itu, saya mendorong langkah ekstra dilakukan oleh BNNP DKI Jakarta untuk mengurangi peredaran narkoba di saat pembatasan Covid-19," pungkas legilasto Dapil I Kalimantan Selatan I. (*/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy