Habib Rizieq Dilarang Hadir, Hakim, Jaksa, dan Pengacara kok Boleh?

Sabtu, 20 Maret 2021 – 09:40 WIB
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti polemik tentang persidangan perkara Habib Rizieq yang dilakukan secara online tanpa menghadirkan terdakwa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Dalam legal opini yang diterima JPNN.com, Chandra menyatakan bahwa persidangan tanpa kehadiran terdakwa dapat dimungkinkan.

BACA JUGA: Kapitra Ampera: Majelis Hakim Justru Melindungi Habib Rizieq

Hal itu menurutnya bisa dilakukan apabila terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, sehingga pengadilan melaksanakan pemeriksaan di pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.

Namun, Chandra mengatakan pada prinsipnya sidang putusan suatu perkara pidana harus dihadiri oleh terdakwa sebagaimana ketentuan Pasal 196 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

BACA JUGA: Pengikut Aliran Hakekok Mandi Bareng Tanpa Busana, MUI Lebak: Itu Ajaran Menyesatkan

"Pada prinsipnya sidang putusan suatu perkara pidana harus dihadiri oleh terdakwa," kata Chandra, Sabtu (20/3).

Dia lantas menyinggung Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1988 tentang Penasihat Hukum atau Pengacara yang Menerima Kuasa dari Terdakwa/Terpidana "In Absentia/terdakwa tidak hadir".

BACA JUGA: Kemenhub Diminta Menyentil KAI, Batalkan Kenaikan Tarif GeNose C19

Menurut Chandra, ketentuan itu pada intinya memerintahkan hakim untuk menolak penasihat hukum yang mendapat kuasa dari terdakwa yang sengaja tidak mau hadir dalam pemeriksaan pengadilan, sehingga dapat menghambat jalannya pemeriksaan pengadilan dan pelaksanaan putusannya.

"Berdasarkan penjelasan di atas kehadiran terdakwa adalah keharusan. Semestinya lembaga peradilan melaksanakan aturan tersebut," ucap ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) itu.

Apabila ada Peraturan Mahkamah Agung yang memperbolehkan terdakwa tidak hadir dengan alasan Covid-19, Chandra memandang hal itu perlu ditinjau ulang karena aturan tidak boleh dibuat bertentangan dengan yang di atasnya.

Pada poin keempat dalam legal opininya, Chandra menyebut apabila pandemi Covid-19 dijadikan sebagai alasan pengadilan tidak menghadirkan terdakwa di persidangan, semestinya ketentuan itu diberlakukan secara adil sehingga majelis hakim, jaksa dan pengacara tidak perlu hadir di ruang sidang.

"Sementara pada fakta sebaliknya majelis hakim, jaksa, dan pengacara hadir di persidangan. Ditambah lagi perkara lain terdapat perkara pidana yang terdakwanya dihadirkan," jelas Chandra.

Chandra pun mengaku punya pengalaman beracara selama pandemi. Ketika mendampingi aktivis kritis yang disidangkan, kejadiannya juga sama, terdakwa hanya dihadirkan secara online.

"Terkadang terdakwa tidak mendengarkan secara jelas apa yang sedang diperbincangkan di dalam persidangan. Tentu hal ini dikhawatirkan mengabaikan hak-hak terdakwa untuk memperoleh keadilan," pungkas Chandra Purna Irawan.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler