jpnn.com, YOGYAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sekjen Kemnaker) Anwar Sanusi menyampaikan dunia kerja saat menghadapi tantangan yang mendasar.
Untuk itu, perlindungan tenaga kerja yang adaptif sangat diperlukan agar seluruh stakeholder dapat terlindungi.
BACA JUGA: Kemnaker dan Delegasi Saudi Bahas Skema Penempatan dan Perlindungan PMI, Apa Hasilnya?
"Perubahan pola kerja akibat tren global dan pandemi Covid-19 mendorong pelaku usaha dan pekerja untuk mampu cepat beradaptasi dengan dinamika yang terjadi, sehingga, memastikan pelindungan semua pekerja menjadi suatu yang esensial,” kata Sekjen Anwar Sanusi seusai memimpin pertemuan kedua Kelompok Kerja Bidang Ketenagakerjan G20 (The 2nd Employment Working Group/EWG Meeting) di Yogyakarta, Rabu (1/5).
Dia menegaskan kebijakan pelindungan pekerja yang adaptif merupakan upaya konkret untuk melindungi semua pekerja dari krisis dan goncangan ekonomi.
BACA JUGA: Sekjen Kemnaker Ungkap Pertemuan Kedua EWG Soroti Masalah Ketenagakerjaan Global, 2 Hal Dibahas
"Perlindungan bagi semua pekerja juga diperlukan untuk mewujudkan kerja layak bagi semua pekerja, serta menghindari perlakuan tidak adil dari pemberi kerja, terutama dalam situasi di mana pekerja memiliki sedikit pilihan dan posisi tawar,” kata pria yang baru saja meraih gelar profesor dari Universitas Brawijaya Malang itu.
Dirjen Binwasnaker dan K3 Haiyani Rumondang menambahkan ada 3 faktor penentu utama pelindungan pekerja, yaitu cakupan pelindungan, tingkat pelindungan, dan tingkat kepatuhan.
BACA JUGA: Kemnaker Akan Gelar EWG di Yogyakarta, 2 Isu Ini jadi Prioritas
Dia menyampaikan beberapa respons kebijakan pelindungan pekerja terhadap tantangan yang terus berkembang dipandang perlu ditinjau ulang dan dibahas lebih lanjut dalam menghadapi perubahan dunia kerja dalam forum EWG ke-2, di antaranya kebijakan pengupahan, jam kerja, aspek K3, hak untuk berserikat dan berunding bersama, jaminan sosial dan maternitas pekerja.
Dalam pertemuan EWG ke-2, Presidensi Indonesia telah menyampaikan bahwa tren global semakin menegaskan pentingnya memiliki pelindungan pekerja yang memadai dan inklusif yang melindungi pekerja dari guncangan ekonomi akibat bencana dan krisis.
"Gelombang informalitas baru yang didorong oleh krisis ini disebutnya akan membuat banyak pekerja di sektor informal tanpa adanya pelindungan secara sosial dan ekonomi," ujarnya.
Dirjen Haiyani juga menyampaikan pandemi Covid-19 saat ini semakin menyoroti pentingnya pelindungan tenaga kerja, dan inklusivitasnya bagi ketahanan pekerja dan keluarganya, serta keberlanjutan bisnis.
"Pekerja dengan pelindungan tenaga kerja yang tidak memadai atau tidak ada sama sekali akan bernasib jauh lebih buruk daripada pekerja yang menikmati pelindungan yang lebih baik di tempat kerja,” ujarnya.
Lebih lanjut Dirjen Haiyani mengatakan perlindungan tenaga kerja yang inklusif dilakukan dengan penguatan dan perluasan bentuk-bentuk pelindungan tenaga kerja yang ada, mengeksplorasi bentuk-bentuk perlindungan baru, penciptaan green jobs, dan meningkatkan penerapannya melalui strategi kepatuhan yang lebih efektif.
Selain itu, dialog sosial, kebebasan berserikat, dan pengakuan efektif atas hak untuk berunding bersama, juga penting dilakukan guna mereformasi pelindungan tenaga kerja.
“Respons kebijakan kuat yang dibangun di atas dialog sosial dan kolaborasi antara aktor terkait, termasuk otoritas keselamatan dan kesehatan kerja publik, tidak hanya penting terhadap ancaman Covid-19 dan gelombang infeksi di masa depan, tetapi tetap penting untuk memastikan ketahanan terhadap krisis di masa depan, pandemi, keadaan darurat, dan tantangan dunia kerja yang muncul,” pungkasnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi