jpnn.com, PALEMBANG - Fenomena El Nino bakal kembali terjadi jelang memasuki musim kemarau tahun ini.
Meskipun dalam kategori lemah, fenomena ini diperkirakan akan berlangsung bulan ini hingga akhir 2017.
BACA JUGA: Penghasilan Buruh tak Cukup, Akhirnya Nekat Jadi Kurir Narkoba
Dampak dari El Nino, akan mengurangi intensitas curah hujan di Indonesia, termasuk wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Karena itu, pemerintah telah melakukan antisipasi dengan mengeliminir dampak kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan (Sumsel).
BACA JUGA: Osvaldo Akui Putera Daerah Banyak Tersisih dari Starting Eleven
Kepala BB-TMC BPPT Tri Handoko Seto mengatakan, berdasarkan pantauan satelit NOAA 18, sejak 1 Januari hingga 3 Juni 2017, total hotspot di wilayah Sumatera 143 titik dan Kalimantan 97 titik.
Dengan kondisi hotspot historis dan prediksi kondisi atmosfir ke depan, lanjut Tri Habdoko, wilayah Sumatera termasuk Sumsel akan memasuki musim kemarau.
BACA JUGA: Waduh! Begal Sadis Main Tebas di Depan Markas Polisi
“Kalau melihat kondisi awan, saat ini masa transisi memasuki musim kemarau,” ujarnya saat launching Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Pangkalan Udara Sri Mulyono Herlambang (SMH), kemarin.
Untuk itu, menurut dia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan teknologi modifikasi cuaca atau dikenal dengan hujan buatan.
Ini dalam rangka siaga darurat kebakara hutan dan lahan untuk mengoptimalkan potensi awan menjadi hujan.
“TMC ini langkah antisipasi sebelum terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan yang sangat parah,” jelasnya seperti dilansir Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) hari ini.
Dia menjelaskan, TMC merupakan upaya intervensi manusia pada sistem awan untuk mengkondisikan cuaca agar berperilaku lebih mengarah sesuai dengan yang dibutuhkan.
Umumnya untuk meningkatkan intensitas curah hujan atau mempercepat proses hujan di suatu tempat.
“TMC dilakukan dengan meniru proses alamiah yang terjadi di dalam awan,” jelasnya.
Dalam operasi ini akan didukung dua unit pesawat jenis CASA terdiri dari satu unit pesawat dengan nomor registrasi PK_PCT miliki PT Pelita Air Service dan satu unit pesawat miliki TNI AU dari skadron 4 Malang.
Bahan semai yang digunakan berupa garam (NaCl) berbentuk powder dengan ukuran butir yang sangat halus.
“Saat ini sudah dipersiapkan 20 ton garam, ini bisa terpakai untuk 10 hari ke depan,” bebernya.
Sekali terbang, pesawat mampu membawa garam sebanyak satu ton hingga tiga ton. Sejumlah higroskopik yang dibawa sengaja ditambahkan langsung ke dalam awan jenis cumulus (awan hujan) agar proses pengumpulan tetes air di dalam awan segera dimulai.
“Dengan berlangsungnya pembesaran tetes air lebih efektif, maka proses hujan menjadi lebih cepat dan menghasilkan curah hujan lebih banyak,” terangnya.
Untuk mengukur keberhasilan TMC, terang Tri Handoko, dilakukan monitoring hujan di daerah seeding dan sekitarnya. Selain juga dipasang peralatan dari Instrumentasi Early Warning System karhutla.
Peralatan yang dipasang meliputi sensor kelembapan tanah, suhu tanah dan automatic weather station (AWS). Alat ini untuk memonitoring kelembapan atau kandungan air pada beberapa level kedalaman lahan gambut dan kondisi cuaca.
Direktur Bantuan Darurat BNPB Drs Eko Budiman MM menambahkan, saat ini ada bantuan untuk Sumsel pesawat Casa 212 milik TNI AU, pesawat Pelita air, helikopter Bell 214, helikopter Bolco, dan helikopter MI 8. Untuk d I Provinsi Riau diperbantukan empat helokopter.
Kedepan, kata dia, bisa saja ada penambahan pesawat dengan melihat kondisi cuaca, jika timbulnya asap yang menebal. “Kalau sekarang ini saja cukup untuk operasional,” katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) H Ishak Mekki mengatakan, Pemprov Sumsel kini gencar melakukan siaga darurat bencana asap. Untuk menghindari kejadian ini, pemerintah melakukan operasional udara dengan waterbombing dan TMC.
“Karena bencana kabut asap menimbulkan banyak kerugian dalam skala yang cukup luas,” bebernya.
Misalnya, merusak keanekaragaman ekosistem hutan, sedangkan dampak kabut asap bisa menganggu kesehatan dan lalulintas transportasi. Bahkan melumpuhknya berbagai aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat.
“Kami berharap kegiatan ini dapat mengoptimalkan agar tidak terjadinya kebakaran hutan dan lahan, apalagi biaya ini sangat mahal,” pungkasnya. (qiw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ngeri! Pelajar Ditebas Begal pakai Pedang, Dekat Markas Brimob
Redaktur & Reporter : Budi