jpnn.com, JAKARTA - Angka produksi cabai nasional dalam lima tahun terakhir naik sekitar tiga sampai tujuh persen per tahun. Kenaikan terutama produksi rawit dan cabai besar.
Namun, dikarenakan berbagai faktor komoditas ini diakui memang harganya kerap naik turun.
BACA JUGA: Duh! Harga Cabai Rawit di Jatim Anjlok
Menyikapi fluktuasinya harga cabai, Direktorat Jenderal Hortikultura mengadakan virtual literacy untuk berbagi pengalaman serta pembelajaran terkait pengaturan pola tanam.
Hal ini dirasa sangat penting mengingat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan bahwa produksi pertanian harus tetap stabil. Hal itu juga dilakukan dengan proses edukasi kepada para petani tidak boleh terhambat hanya karena pandemi Covid-19 yang belum juga usai.
BACA JUGA: Harga Cabai Rawit Anjlok, Kementan Beri Solusi
“Dalam kondisi pandemi saat ini serta adanya perubahan iklim global, para pelaku usaha cabai pasti sudah mengetahui bagaimana dinamika perubahan yang sangat dinamis. Oleh karena itu, kami berharap para pelaku usaha tetap dalam semangat karena cabai masih dalam komoditas strategis,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto di Jakarta, Senin (6/9).
Sementara itu Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Tommy Nugraha menyampaikan bahwa pihaknya setiap bulan selalu menyusun prediksi dan produksi komoditas.
BACA JUGA: Kementan Fokus Jaga Stabilitas Pasokan Harga Cabai Tiap Tahun
"Selain itu, beberapa pakar yang terkait juga sering mengingatkan antisipasi perlunya mempersiapkan diri menghadapi gejolak harga yang drastis. Salah satu caranya adalah memfokuskan diri pada pola tanam,” ungkapnya.
Salah satu champion cabai asal Kabupaten Bandung, Juhara menyampaikan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan antara lain pola tanam dan pengaturan produksi. Selain itu, kontur tanah juga perlu diperhatikan.
“Penanaman pada dataran tinggi dan dataran rendah juga memiliki pola tersendiri untuk masing-masing komoditas. Termasuk juga pengalaman jitu para petani untuk memprediksi kondisi ke depan pada produksi pola tanam,” terang Juhara.
Juhara menambahkan pola tanam monokultur akan jauh lebih mudah dibandingkan dengan skala yang jauh lebih luas, di mana harus mengikuti alur fluktuasi situasi dan kondisi yang tidak mengikuti pola tanam lainnya
“Atur pola tanam sesuai dengan kebutuhan produksi agar tetap kontinyu,” lanjutnya.
Dalam sesi tanya jawab melalui Zoom Meeting dan kanal YouTube ini, Juhara terus menekankan pergiliran dan diversifikasi tanam sangat mempengaruhi pola tanam.
Dia menyebut, di antara keduanya tersebut tidak terlalu berpengaruh sejauh poin penting dan strategi pola taman diakses dengan cara yang tepat.
“Adapun kiat-kiat untuk menghadapi kendala pada pola tanam yaitu jangan pernah berhenti untuk belajar karena kita harus berevolusi tentang ilmu pertanian. Jika kita siap secara pengetahuan, kita bisa siap dalam menghadapi situasi apapun,” ucap Juhara.
Manajemen pola tanam menurutnya bukan hanya memerlukan waktu tapi harus mengikuti alur cuaca dan alur harga komoditas tertentu.
"Jika sudah menetapkan pola tanam namun ekonomi petani tidak meningkat, berarti ada yang salah dan harus mengubah pola strateginya. Sebaliknya, jika pola tanamnya sudah mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi petani maka harus dipertahankan," kata Juhara. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia