Hadapi Krisis Global, DPR Usulkan Diversifikasi Ekspor

Senin, 28 November 2011 – 15:21 WIB
JAKARTA - Proses pemulihan krisis utang yang melanda Eropa diperkirakan membutuhkan waktu panjangKondisi seperti ini harusnya mendorong Indonesia untuk segera melakukan diversifikasi ekspor

BACA JUGA: Kuota BBM Bersubsidi 2011 Ludes

“Caranya, mencari negara-negara tujuan ekspor lain di luar Eropa
Bahkan kalau perlu yang tak terkena dampak krisis Eropa,” kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Hanura, Abdilla Fauzi kepada wartawan di Jakarta, Senin (28/11).

Menurut Fauzi, dengan laju pertumbuhan hanya 1 hingga 2 persen per tahun, maka Eropa diperkirakan butuh waktu 10 tahun untuk bangkit

BACA JUGA: Dahlan: Batalkan Hasil Tender Proyek Geotermal

Apalagi Eropa juga diharuskan mengetatkan kebijakan fiskal
“Artinya, pertumbuhan ekonomi Eropa akan tertekan pada tahun-tahun mendatang

BACA JUGA: Dahlan Minta Batasi Ekspor Batubara

Sehingga penurunan daya beli tak terelakkanKarena itu harus dicari pasar lain untuk ekspor produk-produk nasional,” tegasnya.

Saat ini, lanjut Fauzi, ekspor non-migas Indonesia ke beberapa negara Eropa mencapai 12 persen dari total ekspor non-migasIni setara dengan ekspor ke Jepang dan lebih besar dari ekspor ke China dan Amerika Serikat yang sebesar 10 persenJepang, Eropa, China, dan Amerika Serikat menjadi tempat kawasan tujuan ekspor non-migas terbesar Indonesia yaitu sebesar 45 persen, diikuti India, Singapura, Malaysia, dan KoreaMestinya, pasar ke Rusia dan Amerika Latin perlu dibuka.

Fauzi mengatakan, penurunan daya beli Eropa yang merupakan pasar ekspor terbesar China akan membuat negara tersebut mencari pasar baruUjung-ujungnya mengancam barang-barang ekspor Indonesia di luar negeri dan dalam negeriLambatnya pemulihan Eropa juga dikhawatirkan mengganggu pemulihan Amerika Serikat yang merupakan pasar penting juga bagi Indonesia dan ChinaKarena itulah diversifikasi menjadi penting"Intinya, jangan  melulu memprioritaskan stabilitas pasar uang, tapi juga menjangkarkan perhatian pada penguatan ekonomi domestik."

Karena itu kata Fauzi penanganan dari sisi pasar uang semata dan menafikan penguatan sektor riil domestik, akan membuat pemerintah mengalami shock bila krisis Eropa merambah ke sektor-sektor yang tak pernah diduga sebelumnya, yang bersifat non-moneter.

BPS juga sempat menyatakan nilai total ekspor selama September 2011 mencapai US$17,82 miliar, turun 4,45 persen dari nilai ekspor Agustus yang nilainya US$18,81 miliar.

Tapi nilai ini masih lebih tinggi 46,28 persen dari kurun waktu yang sama pada 2010Sejak 2008, nilai ekspor memang cenderung menurun pada September 2011"Meski demikian perlambatan ekonomi di AS dan beberapa negara Eropa merupakan faktor tambahan yang menyebabkan penurunan ini," imbuhnya.

Penurunan nilai ekspor selama September 2011 hanya terjadi pada komoditas ekspor nonmigasEkspor migas masih tercatat naik 1,95 persen dari bulan sebelumnyaDari catatan BPS terungkap nilai ekspor nonmigas pada September 2011 sebanyak US$13,56 miliar atau turun 6,24 persen dari bulan sebelumnyaPenurunan ekspor nonmigas ini terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan/nabati, pakaian jadi, dan berbagai produk kimia.

Dikatakannya, pengaruh perlambatan ekonomi AS dan beberapa negara Uni Eropa terhadap ekspor terlihat dari penurunan nilai ekspor nonmigas ke tujuan ekspor tersebutNilai ekspor nonmigas ke AS juga tercatat turun dari US$1,38 miliar pada Agustus menjadi US$1,18 miliar pada September 2011Yang jelas ekspor ke beberapa negara Eropa seperti Jerman, Prancis dan Inggris turunSecara keseluruhan nilai ekspor ke 27 negara Uni Eropa turun dari US$1,94 miliar pada Agustus menjadi US$1,39 miliar pada September.

Demikian juga ekspor ke negara-negara ASEAN juga tercatat turun walau tidak besar, yakni sebanyak US$38,9 jutaNamun kata Abdilla Fauzi, ekspor ke negara-negara tujuan ekspor utama lain seperti China dan Jepang tercatat meningkat dan tetap tinggiBPS mencatat, selama September 2011 nilai ekspor nonmigas ke China mencapai US$2,08 miliar, dan Jepang sebanyak US$1,69 miliar.

Selain itu, dia juga mencermati pertemuan ASEAN di Bali yang dia nilai cukup menarik karena China bersedia memberikan pinjaman sebesar 3 miliar Yuan.  "Hubungan China-ASEAN mempunyai basis yang solid dan sangat berpotensi serta memiliki masa depan yang menjanjikan," tambahnya.

Ke depan, China akan menjadi tetangga, teman, dan rekan yang baik"Kita akan bekerja bersama dengan kalian (ASEAN) untuk mengimplementasikan berbagai perjanjian dan meraih keuntungan bersama untuk masyarakat, serta berkontribusi untuk perdamaian dan kesejahteraan di wilayah ini," terangnya.

Fauzi optimistis neraca perdagangan non-minyak dan gas (migas) antara Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN lain pada 2011 bisa mencapai US$ 4 miliar-US$ 4,5 miliarBadan Pusat Statistik mencatat pada periode Januari-September 2011, surplus neraca perdagangan non-migas Indonesia-ASEAN pada periode Januari-September US$ 2,67 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 1,72 miliar, ungkap Abdilla Fauzi(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... APTI Jateng Desak Pembatalan RPP Tembakau


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler