jpnn.com, JAKARTA - Bea Cukai menyelaraskan perkembangan dengan penyempurnaan sistem teknologi informasi yang menunjang pelayanannya dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0.
Bea Cukai mengadopsi konsep Smart Customs (Secure, Measurable, Automated, Risk Management-based and Technilogy-driven).
BACA JUGA: Permudah Layanan Ekspor, Bea Cukai Pekanbaru Luncurkan Aplikasi SINAMOD
Hal ini guna menciptakan potensi kolaborasi pihak terkait dan inovasi untuk pengembangan bisnis baru, serta menjadikan data sebagai katalisator bagi organisasi untuk mencapai tujuan.
Kepala Subdirektorat Strategi dan Perencanaan Sistem Informasi Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Muhammad Hilal Nur Sholihin mengatakan Bea Cukai mengembangkan sistem teknologi informasi berbasis aplikasi webform bernama CEISA 4.0 sejak 2018 silam.
BACA JUGA: Aplikasi Prisma Karya Bea Cukai Cirebon akan Diadopsi ke Bekasi dan Bogor
CEISA 4.0 memudahkan integrasi dan kolaborasi antara G2G (goverment to goverment) , B2G (business to goverment) dan B2B (business to business).
Aplikasi yang baru dirilis 2020 ini hadir dengan berbagai perbaikan pada proses komputerisasinya.
BACA JUGA: Tantangan Sri Mulyani untuk Dirjen Baru Bea Cukai Askolani
Harapannya, sistem ini menjadi bahan dasar penentuan kebijakan ke depan, dengan menghasilkan laporan bersifat deskfiptif yang diharapkan mampu memprediksi pengambilan keputusan.
“Mulai dari pengembangan platform-nya, teknologinya juga menunjang teknologi terkini (artificial inteligent, block chain, dan lain-lain) yang menunjang pengawasan dan pelayanan Bea Cukai secara optimal,” ungkap Hilal, Selasa (6/4).
Dia menjelaskan, CEISA 4.0 mengusung pilar single core system, yakni penyatuan beberapa sistem utama CEISA yang selama ini terpisah.
Terdiri dari banyak modul aplikasi untuk setiap layanan berbeda, baik impor, ekspor, tempat penimbunan berikat dan FTZ Area.
Menurutnya, CEISA 4.0 mampu mengoptimalkan kegiatan pengawasan dengan pemanfaatan teknologi untuk menunjang profilling, smart targetting, dan passenger risk management pada unit pengawasan.
Dalam perjalanan sejak 1990, kata dia, sistem teknologi informasi Bea Cukai untuk menunjang sistem pelayanannya menjalani beberapa evolusi.
Dimulai dari CFRS (customs fast release system), kemudian 1995 yakni pemberitahuan impor barang berbasis disket. Lalu, 1997 pemberitahuan impor barang dengan sistem EDI yang bekerja sama dengan PT Elektronik Data Indonesia, hingga diperbarui pada 2003 yakni pemberitahuan data elektronik PDE tahap II.
“Perbahan besar terjadi di tahun 2007, portal Indonesia national single window menjembatani juga memfasilitasi pertukaran dokumen dalam dunia perdagangan khususnya ekspor dan impor,” jelas Hilal.
Dia menambahkan 2012 menjadi awal berdirinya sistem CEISA.
Sebuah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa kepada publik sehingga stakeholder sebagai pengguna bisa mengakses dari mana pun, kapanpun dengan koneksi internet.
“Lalu, bertransformasi menjadi CEISA 4.0 pada tahun 2018 dan diproyeksikan semua jenis layanan dan sistem aplikasi akan rampung pada tahun 2024,” pungkas Hilal. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy