Hadiri COP-3 Minamata, Menteri LHK Tegaskan pada Dunia Komitmen Indonesia Hapus Merkuri

Senin, 25 November 2019 – 08:15 WIB
Pertemuan Menteri LHK Siti Nurbaya dengan Executive Director of UN Environment, Inger Andersen dan Executive Secretary of the Minamata Convention on Mercury, Rossana Silva Repetto.di Jenewa. Swiss. Foto : KLHK

jpnn.com, SWISS - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia dalam pengaturan merkuri.

Indonesia menjadi satu dari sedikit negara berkembang yang telah memiliki peraturan perundangan pengurangan merkuri pada tingkat nasional dalam bentuk Perpres Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.

BACA JUGA: Ladies, Pemakaian Kosmetik Ilegal Berbahan Merkuri Bisa Sebabkan Penyakit Berbahaya Ini

Hal ini disampaikan Siti Nurbaya saat bertemu Executive Director of UN Environment, Inger Andersen, di Jenewa, Swiss.

Sebelumnya juga telah digelar pertemuan dengan Executive Secretary of the Minamata Convention on Mercury, Rossana Silva Repetto.

BACA JUGA: Peran Penting Riset Integratif dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri

Dua pertemuan setrategis ini dilakukan Siti Nurbaya setibanya di Jenewa untuk mengikuti Konfrensi The 3rd Meeting of the Conference of the Parties to the Minamata Convention on Mercury (COP-3 Minamata) yang akan berlangsung hingga tanggal 26 November mendatang.

Konferensi ini merupakan agenda lanjutan dari konvensi Minamata sebelumnya (COP-1 dan COP-2), sebagai respons masyarakat internasional, termasuk Indonesia, dalam menghadapi dampak penggunaan, emisi, dan lepasan merkuri terhadap kesehatan manusia dan ke lingkungan hidup.

BACA JUGA: KLHK Gelar Rakernis Wujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030

Sampai saat ini, telah terdapat 114 negara pihak pada Konvensi Minamata.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada 22 September 2017, dan menjadi salah satu negara pihak yang paling awal meratifikasi Konvensi Minamata.

Di kawasan Asia Tenggara, Konvensi Minamata baru diratifikasi oleh 5 negara, yaitu Indonesia, Laos, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

''Presiden Joko Widodo memonitor langsung langkah-langkah terkait merkuri, serta menitikberatkan solusi dari titik sosial, ekonomi, tekhnologi, dan lainnya,'' jelas Siti Nurbaya dilansir media, Senin (25/11).

Selain aktif dalam COP dan pertemuan-pertemuan lain dalam kerangka Konvensi Minamata, Indonesia juga aktif dalam penyiapan dokumen substansi implementasi Konvensi Minamata.

Karenanya Indonesia telah menjadi referensi bagi negara-negara berkembang lainnya yang mengalami kesulitan dalam membangun kerangka legislasi, institusi dan kapasitas dalam pengurangan merkuri.

Indonesia juga menjadi contoh keberhasilan negara para pihak dalam hal kemitraan internasional pengurangan merkuri.

Misalnya dalam pelaksanaan program Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-scale Gold Mining (ISMIA) yang didukung oleh Global Environment Facility (GEF). Indonesia juga menjadi penerima program bantuan Specific International Programme (SIP) Konvensi Minamata.

''Pemerintah Indonesia sangat mementingkan masalah merkuri. Melalui Peraturan Presiden nomor 21 tahun 2019, Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang mengumumkan rencana nasional untuk menghapus merkuri,'' ungkap Menteri Siti.

Peraturan Presiden menetapkan target pengurangan penggunaan merkuri di sektor manufaktur sebesar 50% dari level saat ini pada tahun 2030 dan di sektor energi sebesar 33,2% dari level saat ini pada tahun 2030.

Kemudian secara bertahap menghapus penggunaan merkuri di sektor penambangan emas skala kecil (ASGM) artisanal pada 2025 dan di sektor kesehatan pada akhir 2020.

Pada kesempatan ini Menteri Siti Nurbaya juga menyatakan kesiapan Indonesia untuk menjadi tuan rumah COP-4 pada tahun 2021 yang rencananya digelar di Bali.

''Ini juga menjadi cerminan dari komitmen serius Indonesia untuk menghilangkan merkuri. Dengan menjadi tuan rumah COP 4 di Bali, diharapkan sejumlah besar negara pihak, masyarakat sipil, industri, komunitas akademik, dan pemangku kepentingan lainnya termasuk media dapat berbagi pengalaman, bertukar pandangan, dan mengumpulkan dukungan global sebanyak mungkin untuk mengatasi merkuri,'' jelasnya.

Untuk semakin meyakinkan kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah COP-4, Menteri Siti juga memaparkan berbagai langkah aktif Indonesia lainnya dalam mengatasi masalah merkuri. Diantaranya dengan menjadi anggota ahli teknis tentang panduan sehubungan dengan pelepasan merkuri.

Indonesia juga memiliki Pusat Regional Konvensi Basel untuk Asia Tenggara (BCRC-SEA) yang diselenggarakan KLHK dan telah mengadakan beberapa lokakarya dan pelatihan tentang merkuri bagi peserta dari negara-negara Asia Tenggara.

Indonesia juga telah mempromosikan strategi transformasi sosial dan ekonomi untuk orang-orang yang tinggal di daerah Tambang Emas Skala Kecil (ASGM) pada COP-2 lalu.

"Kami sangat berterimakasih atas berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam upaya pengurangan merkuri," ungkap Executive Director of UN Environment, Inger Andersen. (jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler