jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pahlawan bulu tangkis Indonesia yang meraih medali Olimpiade hadir di “Open House DPP PSI” yang pertama. Mereka adalah Alan Budikusuma, Susi Susanti, Eddy Hartono, Candra Wijaya, dan Trikus Harjanto.
Dalam suasana penuh keakraban mereka berbincang tentang kesejahteraan atlet Indonesia berprestasi usai pensiun dengan pengurus DPP PSI dan warga lain yang hadir.
BACA JUGA: PSI Minta Heru Budi Tak Perlu Mengurusi Formula E, Utamakan Pelayanan Masyarakat
“Harapan kami ada penghargaan dan perhatian dari pemerintah. Bukan hanya ketika masih masih aktif, tapi juga ketika sudah pensiun. Ada lho sejumlah mantan atlet yang harus menjual medali setelah pensiun. Kami berharap ada perhatian,” kata Susi Susanti di Basecamp DPP PSI, Sabtu (10/6).
Ini bukan cuma terkait para mantan atlet Indonesia berprestasi. Menurut Susi, ini juga menyangkut generasi anak-anak kita yang bercita-cita menjadi atlet.
BACA JUGA: Pemprov DKI Bongkar Ruko di Pluit, Legislator PSI Dorong Penertiban di Tempat Lain
Karena banyak keluarga yang keberatan anak mereka menjadi atlet mengingat tidak terjamin masa depannya dan masa tua yang mengkhawatirkan.
Pada kesempatan yang sama, Alan Budikusuma mengatakan para mantan atlet ini tak pernah terlintas soal uang ketika bertanding.
BACA JUGA: Giring Sebut PSI Bakal Jadi Kuda Hitam dan Lolos ke Senayan
“Kami berjuang di lapangan demi kebanggaan bangsa. Karena kami cinta Indonesia. Maka, alangkah lebih baik jika pemerintah juga tidak lupa dengan perjuangan para atlet,” kata peraih medali emas tunggal putra di Olimpiade Barcelona 1992 ini.
Pada akhir Mei lalu, pengurus DPP PSI dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI, mendampingi sejumlah atlet peraih medali Olimpiade beraudiensi dengan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono.
Juara Dunia 1995 dan kini Ketua DPP PSI Hariyanto Arbi menjadi inisiator pertemuan ini.
Pertemuan membicarakan skema kesejahteraan jangka panjang bagi atlet Indonesia peraih medali Olimpiade, khususnya saat pensiun.
Juga mendorong diterbitkannya peraturan pelaksana dari UU No 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
“UU Keolahragaan menjanjikan peraturan pelaksana akan selesai dalam waktu dua tahun, namun hingga hari ini belum ada. Kami di PSI mendorong supaya peraturan pelaksana itu segera hadir,” kata Direktur LBH PSI Francine Widjojo.
Pada 2016 pernah diberikan bonus oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Namun hal tersebut tidak dilanjutkan, karena berdasarkan audit BPK, pemberian uang tersebut tidak ada dasar hukumnya.
“Jadi yang kita butuhkan adalah payung hukum. PSI menginginkan ada Perpres yang menyatakan para atlet peraih medali Olimpiade berhak memperoleh jaminan kesejahteraan berupa uang kehormatan. Uang kehormatan diberikan ketika atlet pensiun, mulai usia 45 ke atas hingga tutup usia,” lanjut Francine.
Untuk awal, para peraih medali Olimpiade dulu. Ke depan, kata Francine, uang kehormatan bisa diberikan juga kepada atlet Indonesia peraih medali ajang lainnya.
Olimpiade diutamakan karena menjadi level tertinggi pencapaian olah raga dan prestasinya yang hanya bisa diraih 4 tahun sekali.
Dalam sambutannya, Plt Sekjen DPP PSI Isyana Bagoes Oka menyatakan Open House DPP PSI dijadwalkan digelar satu kali sebulan.
“Kami mengundang warga untuk datang: menyampaikan aspirasi, mengutarakan unek-unek, bertanya ke DPP PSI dan lain-lain. Semua warga warga boleh hadir dan bicara,” kata Isyana.
Sebenarnya tak perlu menunggu sampai Open House dilaksanakan. Setiap saat pintu PSI selalu terbuka untuk warga.
“Kami punya Aplikasi Solidaritas. Di sana, warga bisa mengadu ke 71 legislator PSI di seluruh Indonesia. Tak ada hambatan birokratis yang ruwet dan bertele-tele. Kami ingin wakil rakyat PSI bisa dekat, kapan saja, dengan yang diwakilinya,” ujar Isyana.
Nah, biar komunikasi bisa lebih hidup dan langsung, sekali sebulan digelar Open House. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif