jpnn.com - JAKARTA- Penggunaan aparat Badan Inteligen Nasional (BIN) dalam melakukan penyadapan terhadap wajib pajak, bisa menimbulkan masalah. Pasalnya, tidak semua wajib bisa disadap oleh BIN.
Pada Kamis (26/11) lalu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen TNI (Purn) Sutiyoso menandatangani sebuah nota kesepahaman (MoU) untuk mengamankan penerimaan perpajakan negara yang berlaku lima tahun.
BACA JUGA: Relawan Desak Jokowi Copot Sudirman Said
Tujuan utama dari kerja sama tersebut adalah mengoptimalkan peran BIN unuk mendeteksi ( menyadap, memeriksa transaksi keuangan, dan menggali informasi ) wajib pajak yang diduga melakukan penggelapan pajak.
"MoU ini patut diapresiasi untuk menjunjung tinggi rasa keadilan dalam pengelolaan pajak oleh negara karena dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat luas. Akan tetapi, penggunaan aparat BIN dalam melakukan penyadapan harus sangat berhati-hati," kata TB Hasanudin, anggota Komisi Pertahanan DPR RI kepada JPNN, Selasa (1/12).
BACA JUGA: Pascatragedi Pesawat QZ8501, Ini Cara AirAsia Indonesia Tingkatkan Standar Keselamatan
Menurut politikus F-PDIP ini, ada dua isu besar yang patut menjadi perhatian masyarakat. Pertama, tidak semua wajib pajak dapat disadap oleh BIN. Penggelapan pajak merupakan sebuah tindakan yang melanggar hukum.
Tindakan penyadapan oleh BIN harus berdasarkan pada UU No. 17/2011 tentang Intelijen Negara pasal 32 ayat 3 yang menyatakan penyadapan dilakukan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri.
BACA JUGA: Memalukan! Polisi Indonesia Pukuli Wartawan Asing
"Jadi pada intinya , penyadapan harus dengan penetapan ketua pengadilan negeri," tegasnya.
Kedua, lanjut TB Hasanudin, perlu diperjelas dalam kategori manakah wajib pajak yang melakukan penggelapan pajak dapat dimasukan sebagai sasaran penyadapan? Wewenang penyadapan BIN menurut UU No. 17/2011 tentang Intelijen Negara pasal 31 mencantumkan bahwa sasaran yang dimaksud melakukan kegiatan yang dapat mengancam kepentingan dan keamanan nasional.
"Apakah para wajib pajak itu termasuk kelompok yang mengancam keamanan negara ? Para pengemplang pajak sesungguhnya hanya karena keserakahannya saja yang tak mau rugi , bisa jadi tak punya niat untuk menghancurkan negara , jadi beda dengan teroris selama ini," paparnya.
TB Hasanudin menyarankan agar negara dapat mengelola wajib pajak dengan baik tapi juga tak melanggar UU. "Sebaiknya penyadapan dan monitor wajib pajak dikelola lebih intens oleh aparat kepolisian , sehingga BIN dapat lebih fokus pada masalah teroris yang ancamannya semakin nyata," pungkasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Siap Garap Novanto, Polri Gimana?
Redaktur : Tim Redaksi