Hakim Anggap Harta Djoko tak Sebanding Penghasilan

Selasa, 03 September 2013 – 17:41 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan bahwa harta terdakwa dugaan korupsi Driving Simulator SIM Korlantas Polri dan Tindak Pidana Pencucian Uang Irjen Pol Djoko Susilo kurun waktu 2003-2010 yang berupa tanah, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU),  rumah, kondotel dan uang mencapai Rp 54,6 miliar  dan USD 60 ribu diduga hasil tindakan korupsi lantaran tak sebanding dengan gajinya sebagai anggota polisi.

"Harta itu patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi oleh terdakwa selaku anggota Polri," kata Hakim Anggota Anwar membacakan vonis Djoko dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (3/9).

BACA JUGA: Tak Terima Putusan Hakim, Djoko Ajukan Banding

Hakim menyatakan harta kekayaan terdakwa dari 2003 hingga 21 Oktober 2010 itu tak sebanding dengan penghasilan gajinya selaku anggota Polri dalam kurun waktu yang sama sejumlah Rp 407.136.000.

Sedangkan penghasilan di luar gaji yang sudah dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sampai 20 Jui 2010 adalah Rp 1,2 miliar.

BACA JUGA: Terbukti Korupsi, Irjen Djoko Kena 10 Tahun Bui

Menurut Hakim, berdasarkan ketentuan pasal 77 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 dan pasal 35 UU nomor 15 tahun 2002 sebagaimana diubah UU nomor 25 tahun 2003 tentang TPPU, maka untuk kepentingan pemeriksaan terdakwa wajib membuktikan hasil kekayaannya itu bukan berasal dari tipikor.

Karenanya, untuk membuktikan itu Djoko telah menghadirkan saksi meringankan. Antara lain, Dadeng Saefudin, yang menyatakan pernah bekerjasama bisnis jual beli tanah pada 1991-2002 dengan modal awal Rp 200 juta.

BACA JUGA: Gerindra Tagih Janji Jokowi Fokus Urus Jakarta

Oleh saksi uang itu diputar sehingga memeroleh keuntungan Rp 3,6 miliar. Djoko mengaku itu sebagai keuntungan.

Tak hanya itu, lanjut Hakim, saksi dan terdakwa menjalin kerjasama bisnis potong sapi pada 1999 hingga Rp 2003 dengan modal awal Rp 450 juta. Uang diputar hingga untung Rp 10,7 miliar.  Keuntungan diberikan ke terdakwa.

Kemudian, kata Hakim, saksi Subekti Ardianto bekerjasama modal usaha dan jual beli permata pada September 1991 dengan modal awal Rp 200 juta.

Sampai 2010, uang dikelola saksi. Hasil usaha jual beli permata terdakwa dibagi keuntungan 70 persen dan saksi 30 persen. Setelah dihitung keuntungan terdakwa 1991-2010 adalah Rp 37,5 miliar.

Saksi Masbebi Kusmanto, lanjut Hakim, pada Agustus 2011 pernah membeli apartemen The Peak Sudirman Rp 5 miliar dari tunai.

Namun proses jual beli tidak dicatatkan di notaris dan tak dihadiri saksi. Apartemen belum atas nama saksi dengan alasan masih dalam pengalihan hak.

Saksi juga mengizinkan terdakwa menempati apartemen itu karena saksi merasa belum perlu.

Nah, lanjut Hakim Anwar, dari rangkaian fakta hukum dengan memerhatikan keterangan saksi, ahli, surat petunjuk, barang bukti yang diajukan penuntut umum maupun terdakwa dan juga telah mendengar kesaksian Djoko, majelis hakim berpendapat harta kekayaan dari 2003-2010 hingga berjumlah Rp 54.625.540.129 dan USD 60 ribu tidak sesuai dengan penghasilan terdakwa sebagaimana Anggota Polri.

"Harta kekayaan terdakwa tersebut patut diduga hasil tindak pidana korupsi," kata Hakim Anwar.

Menurutnya, terdakwa tidak dapat membuktikan harta tersebut bukan berasal dari tipikor sebagaimana pasal 77 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 dan pasal 35 UU nomor 15 tahun 2002 sebagaimana diubah UU nomor 25 tahun 2003.

"Pendapat hakim harta kekayaan tersebut patut diduga hasil tindak pidana. Unsur diketahuinya dan patut diduganya telah terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," kata Hakim.  (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Sebut Teroris Ancaman Pemilu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler