Hakim Biasa Juga Mesti Disadap

Senin, 14 November 2011 – 09:49 WIB

JAKARTA - Tekad Komisi Yudisial (KY) untuk menyadap sejumlah hakim Pengadilan Tindak Pidna Korupsi (Tipikor) di daerah disambut positifPenyadapan itu diyakini dapat mencegah hakim-hakim yang berpotensi bermain mata dalam kasus yang ditanganinya

BACA JUGA: Media Internasional Cium Ketidakberesan Yayasan N7W



Hanya saja, tekad tersebut tidak harus berhenti pada hakim-hakim tipikor saja
Semua hakim yang berada di lembaga-lembaga peradilan manapun patut pula dimonitoring

BACA JUGA: Habis-habisan di Kasasi, Susno Rombak Tim Pembela



"Jika perlu hakim MK pun disadap
Berani tidak KY melakukannya?" tantang peneliti senior Indonesian Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, dalam diskusi bertema 'Modernisasai Kejahatan Korupsi dan Upaya Pemberantasannya' yang digelar Lembaga Penegakan Hukum dan Strategi Nasional di Cikini, Jakarta, Minggu (13/11).

Menurutnya, penyimpangan etik para hakim tak hanya terjadi di lembaga peradilan biasa atau peradilan khusus

BACA JUGA: Harta Capim KPK Melonjak, Jaksa Zulkarnaen Terkaya

Peradilan setingkat Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konsititusi (MK) pun bisa pula terseret pada persoalan pelanggaran etik itu.

Febri meminta Komisi Yudisial dapat mengoptimalkan hak penyadapan tersebutTidak sebatas mengawal hakim-hakim tipikor yang saat ini bermasalahHakim peradilan lain pun harus menjadi bagian dari pengawasan KY secara aktif.

Disebutkan Febri, dalam aturan yang dimiliki Komisi Yudisial itu memang diberikan peluang untuk bekerjasama dengan lembaga lain dalam pengungkapan perkara, seperti KPKKerjasama tersebut memberikan kesempatan bagi KY mendapatkan hak penyadapan.

"Memang bukan KY yang melakukan penyadapan, tetap KPKJadi KY bekerja sama dengan KPK terkait perkara etikaKan itu dibenarkanTidak ada masalah pelanggaran aturan," ucap Febri.

Febri menyebutkan, UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY secara tegas memerintahkan tugas pengawasan atas para hakimMandat itu tertuang dalam Bab III yang membahas kewenangan dan tugas KY.

Lebih detail, sambung dia, pasal 13 undang-undang itu menyebutkan bahwa KY memiliki wewenang menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakimItu memberikan pesan hakim di lembaga manapun menjadi bagian dari pengawasan KY.

Kendati memilik hak penyadapan, menurut dia, tak berarti KY dapat semudah itu menggunakannyaDasar tindak penyadapan harus tetap didasari pada dugaan awal

Artinya KY harus memiliki parameter jelas dan terukur yang menunjukan adanya dugaan pelanggaran etik dari para hakim"Jika sudah ada barulah disadapSaya rasa itu baik sifatnya, jadi perlu didukung," tuturnya.

Paling tidak, dia menyebutkan, KY mendapatkan laporan dari warga terkait adanya dugaan pelanggaran etik hakimLaporan warga tersebut bisa ditindak lanjuti, dengan investigasiKemudian diperkuat dengan bukti penyadapan

"Tidak boleh semua orang disadapHakim-hakim bermasalah saja yang disadapKalau ada laporan hakim MK bermasalah, maka bisa disadap," pungkasnya.

Menanggapi soal rencana penyadapan hakim, politisi partai Golkar Bambang Soesatyo memberikan dukunganPenyadapan tersebut memang dibutuhkan sebagai kelengkapan bukti atas pelanggaran etika.

Tidak itu saja, dia memastikan dukungan politik terhadap rencana tersebut diperkuat dengan anggaran pengadaan alatAgar KY dapat menggunakan alat penyadapan secara mandiri”Tetap KPK yang menggunakan alat itu, tapi kepemilikan alatnya tetap KYKan jadi lebih mudah,” ucap Bambang.

Untuk itu, dia meminta KY dapat segera mengajukan anggaran pengadaan alat penyadapan jika diperlukanDiharapkan pengadaan alat penyadapan tersebut dapat lebih mendorong kinerja KY dalam penegakan wibawa hakim.

Bambang mengakui persoalan hakim tipikor yang telah meloloskan terdakwa korupsi pantas dipersoalkanTerlebih jika putusan bebas itu didasari pada iming-iming keuntungan ekonomiTentu sangat pantas hakim itu diberikan sanksi berat

"Untuk bukti itu kan KY harus punya alat penyadapanJadi ajukan saja, nanti coba DPR bahas," pintanya(rko)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Ingatkan Saudi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler