Hakim Maria Sebut UU MD3 Langgar Pembentukan Peraturan

Senin, 29 September 2014 – 20:23 WIB
Hakim Maria Sebut UU MD3 Cacat Hukum. JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA -- Maria Farida Indarti termasuk hakim konstitusi yang berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam memutuskan perkara permohonan Nomor 73/PUU-XII/2014 tentang pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Maria memiliki alasan tersendiri dengan berbeda pendapat dalam perkara itu. Menurutnya, sebuah undang-undang seharusnya tidak seenaknya direvisi dan berubah setiap kali terjadi perubahan keanggotaannya di parlemen karena Pemilu. Revisi UU MD3 itu dianggapnya hanya sebagai keinginan sesaat dari parlemen.

BACA JUGA: Denny JA Sarankan SBY Keluarkan Perppu

"Apakah penggantian tersebut tidak berdampak adanya ketidakpastian hukum, dan apakah penggantian Undang-Undang tersebut tidak menimbulkan kerugian konstitusional dari anggota dan/atau lembaga-lembaga yang eksistensinya diatur dalam UUD 1945?," kata Maria saat membacakan pertimbangan dissentingnya dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Senin, (29/9).

Menurut Maria, sebagai suatu undang-undang yang bersifat organisatoris dan mengatur tentang kelembagaan MPR, DPR, dan DPD maka undang-undang yang demikian tidak dapat dilepaskan dengan kontestasi untuk memenangkan kedudukan atau posisi dalam lembaga tersebut.

BACA JUGA: ‎KPK Buka Peluang Periksa Alex Noerdin

Khususnya yang berkaitan dengan pembentukan dan pemilihan pimpinan lembaga dan alat kelengkapannya. Sehingga seharusnya Undang-Undang yang mengatur tentang kelembagaan MPR, DPR, dan DPD tersebut dipersiapkan dan dibentuk jauh hari sebelum proses kontestasi (pemilihan umum) tersebut dimulai.

Selain itu, kata dia, pembentukan Undang-Undang haruslah memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, antara lain, asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan asas keterbukaan. Namun, dari fakta persidangan, ujarnya, UU MD3 khususnya Pasal 84 tidak pernah masuk dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebelumnya. Tetapi tiba-tiba masuk dalam DIM perubahan pada tanggal 30 Juni 2014 setelah diketahui komposisi hasil Pemilu.

BACA JUGA: Yakini SDA dan Romi Sepakat Islah

"Dengan demikian jika dikaitkan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 maka produk hukum tersebut dibentuk tidak berdasarkan hukum akan tetapi karena kepentingan politis semata. Memperhatikan bukti dan fakta persidangan bahwa tidak terdapat keperluan yang mendesak akan perlunya perubahan terhadap norma Pasal 82 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dan apalagi dalam DIM sebelumnya serta dalam Naskah Akademik tidak pernah ada pembahasan mengenai hal tersebut," tegas Maria.

Oleh karena itu, menurutnya, pembentukan UU MD3 a quo, jelas melanggar UU Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan derivasi dari Pasal 22A UUD 1945. Sehingga secara formil UU MD3 tersebut, tegasnya, cacat hukum dalam proses pembentukannya.

"Saya berpendapat bahwa permohonan Pemohon tentang pengujian formil terhadap pembentukan UU 17/2014, seharusnya dikabulkan dan Undang-Undang a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tandas Maria. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakar HTN: Presiden Ngambek, UU Pilkada Tetap Berlaku


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler