Hakim MK Saldi Isra Mengalami Peristiwa Aneh, Ada Misteri soal Gugatan Usia Capres-Cawapres

Senin, 16 Oktober 2023 – 20:24 WIB
Suasana sidang putusan gugatan uji materi batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10). Mahkamah Konstitusi (MK) menolak syarat usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menumpahkan unek-unek atas putusan lembaga itu menerima gugatan uji materi norma batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) mengenai batas usia capres-cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

BACA JUGA: Tok! MK Izinkan Kepala Daerah di Bawah 40 Tahun Bisa Maju Sebagai Capres-cawapres

Hakim MK Saldi Isra saat sidang putusan gugatan uji materi batas usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10). Foto: Ricardo/JPNN

Namun, dari sembilan hakim MK, empat di antaranya memiliki dissenting opinion atas putusan terkait perkara Nomor 90/PPU/XXI/2023 yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, salah satunya Saldi Isra.

BACA JUGA: Sikap Tenang Megawati Akan Membuat Jokowi Terlihat Buruk Sekali

Saat menyampaikan pendapatnya berkenaan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 Huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu tersebut, Saldi mengaku bingung.

"Benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda ini," ujar Saldi dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Senin (16/10).

BACA JUGA: GM Kecewa Banget soal Jokowi, Butet Masih Pilih Cara Halus

Dia mengaku sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung MK pada 11 April 2017, baru kali ini pria kelahiran Paninggahan, Solok, Sumatera Barat itu merasakan keanehan.

"Baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," tuturnya.

Saldi menuturkan bahwa sebelumnya, dalam putusan MK Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023, Mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 Huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu adalah wewenang pembentuk UU untuk mengubahnya.

Sadar atau tidak, katanya, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk UU. Dalam hal ini, presiden dan DPR.

"Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari," ucap hakim kelahiran 20 Agustus 1968 itu.

Dia menyebut perubahan demikian tidak hanya sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya, tetapi didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat dan mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat.

Pertanyaannya, lanjut Saldi, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari putusan MK Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak, sehingga berubah menjadi mengabulkan dalam putusan a quo?

Singgung soal Misteri terkait Gugatan

Masih dalam pendapatnya, Saldi menyebut para pemohon perkara Nomor 90-91/PUU-XXI/2023 yang dikabulkan MK sempat menarik permohonannya.

Namun, sehari setelahnya pemohon membatalkan kembali penarikan permohonan tersebut.

Dengan adanya kejadian tersebut, katanya, tidak ada pilihan selain Mahkamah harus mengagendakan sidang panel untuk mengonfirmasi surat penarikan dan surat pembatalan-penarikan kepada para pemohon.

"Bahwa terlepas dari misteri yang menyelimuti penarikan dan pembatalan penarikan tersebut yang hanya berselang satu hari, sebagian hakim konstitusi yang dalam putusan MK Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 berada pada Pasal 169 Huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk UU, kemudian pindah haluan dan mengambil posisi akhir dengan mengabulkan sebagian perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023," tutur Saldi Isra.

Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima gugatan uji materi norma batas usia capres-cawapres yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (UNS) Almas Tsaqibbirru Re A.

Putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang Pembacaan Putusan di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (16/10).

Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Anwar Usman saat membacakan amar putusan.

Dia menyebutkan bunyi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat usia minimum capres-cawapres berubah.

"Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang menyatakan, 'Berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945'," urainya.

Atas putusan MK ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Sebut Putusan MK Antiklimaks, Peluang Gibran bin Jokowi jadi Cawapres Terbuka


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler