Hakim Praperadilan Setnov Harus Cermati Jurus KPK Ulur Waktu

Kamis, 07 Desember 2017 – 06:36 WIB
Petugas kebersihan sedang membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto/ilustrasi: Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum Amin Fahrudin mencium gelagat tak beres pada permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencoba mengulur waktu sidang praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Fahrudin yang juga koordinator Komite Pemantau Angket KPK (Kompak) menduga lembaga antirasuah itu tak punya bukti kuat dalam menjerat Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.

"Ketidaksiapan KPK sangat tampak dari absennya dalam sidang perdana, apalagi sampai meminta penundaan tiga pekan. Ini adalah upaya KPK mengulur waktu untuk mengejar target pelimpahan berkas ke pengadilan atau P-21,” ujar Fahrudin sebagaimana dikutip JawaPos.Com.

BACA JUGA: Fahri: KPK Rayu Setya Novanto Mau jadi Seperti Nazaruddin

Sebelumnya dalam sidang perdana gugatan praperadilan Setya Novanto pekan lalu (30/11), KPK mengirim surat ke majelis hakim PN Jaksel. Isi suratnya adalah permintaan penundaan sidang hingga tiga pekan.

Namun, Hakim Kusno yang menyidangkan gugatan praperadilan Novanto menolak permintaan KPK. Majelis hakim tunggal itu hanya memberi waktu kepada KPK melalui penundaan sidang selama sepekan hingga persidangan selanjutnya yang digelar hari ini (7/12).

BACA JUGA: Fahri Hamzah: KPK Memang Aneh

Fahrudin menyebut strategi yang dipakai KPK dalam menghadapi Novanto di sidang praperadilan persis ketika komisi pimpinan Agus Rahardjo itu melawan Irman Gusman. Irman yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK juga mengajukan praperadilan.

Namun, KPK mengajukan penundaan persidangan praperadilan Irman hinga dua pekan. Selanjutnya, KPK melimpahkan berkas perkara mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

BACA JUGA: Berkas Sudah P21, Novanto Siap Diadili

“Jadi ini akal-akalan KPK saja. Peluang menangnya Irman dalam sidang praperadilan waktu itu cukup besar, akan tetapi KPK absen dua pekan berturut-turut lalu dalam dua pekan hingga menyerahkan berkas ke pengadilan. Sehingga dalam putusan praperadilan Irman dikalahkan dengan alasan berkas sudah dilimpahkan ke pengadilan,” ulas Fahrudin.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu pun makin yakin bahwa KPK tak punya bukti kuat menjerat Novanto dalam kasus e-KTP. Padahal, KPK sudah pernah menjerat Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP pada Juli 2017.

Namun, Novanto kala itu menang di praperadilan. Tapi, KPK pada 31 Oktober lalu kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk menjerat ketua umum Golkar itu.

“Jadi sebenarnya kalau waktunya dihitung, sampai saat ini kan sudah hampir lima bulan SN sebagai tersangka kasus e-KTP, tapi mengapa masih juga meminta penundaan sidang? Ini artinya berkas penyidikannya tidak lengkap, alat bukti yang dimiliki tidak cukup sehingga KPK harus mengulur waktu untuk mengejar target.

Karena itu Fahrudin meminta Hakim Kusno mencermati jurus KPK ketika menghadapi gugatan praperadilan. Menurutnya, KPK sebagai lembaga penegak hukum harus bertindak profesional dan tidak sekadar mengumbar sensasi untuk mencari dukungan publik.

“Terlepas dari apa pun nanti hasil putusan praperadilannya, KPK harus bekerja profesional, apalagi ini menyangkut jabatan ketua DPR RI dan ketua umum Partai Golkar. Masyarakat terlanjur dibuat heboh pada saat penangkapan dan penahanan Novanto, jangan sampai sensasinya hanya untuk menutupi kelemahan KPK dalam penyempurnaan alat bukti sehingga peradilan opini masyarakat mendahului dan mendominasi dari peradilan pokok perkaranya,” pungkasnya.(dms/JPC)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Saran Pengamat ke Golkar agar Tak Salah Pilih Ketum


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler