jpnn.com - Sebuah festival makanan halal yang diklaim sebagai yang terbesar di Amerika Serikat (AS) baru saja berlangsung pekan lalu. Jumlah pengunjungnya membeludak. Kiprah warga Indonesia pun turut mewarnai festival yang bersejarah tersebut. Berikut laporan OKTA HERI FANDI, mantan wartawan Jawa Pos yang tengah bertugas di California.
= = = = =
BACA JUGA: Berkarya Agar Film Indonesia tak Diremehkan Dunia
KAWASAN Bay Area San Francisco merupakan "rumah" bagi sekitar 300 ribu umat muslim. Bay Area, demikian kawasan ini biasa disebut, meliputi kota-kota di sekitar Teluk San Francisco yang terletak di bagian barat Negara Bagian California, AS. Kota besar di sana di antaranya San Francisco sendiri, Oakland, dan San Jose. Kawasan ini terkenal karena keindahan alam, kewirausahaan, serta masyarakatnya yang memiliki pemikiran progresif dan multikultural.
Sabtu pekan lalu (17/8, Minggu WIB) kawasan ini mencatat sejarah dengan menggelar sebuah festival makanan halal yang pertama di California. Namanya Halal Fest. Kegiatan berlangsung di lahan parkir sebuah pusat perbelanjaan NewPark Mall di Kota Newark, sekitar 45 menit ke arah tenggara San Francisco. Acara tersebut mendapatkan sambutan luar biasa.
BACA JUGA: Edan, Jalan Mulus Antar-Kota Khusus untuk Sepeda
"Kami mengharapkan sekitar 2 ribu orang akan hadir dalam acara yang sekaligus untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri ini," ujar Irfan Rydhan, 38, salah seorang tokoh sentral dalam panitia Halal Fest, seperti dikutip media lokal beberapa hari sebelum acara.
Jumlah pengunjung yang hadir pada hari H ternyata lima kali lipat dari perkiraan awal. Hanya berlangsung selama 6,5 jam, mulai pukul 12.30 hingga 19.00, jumlah pengunjungnya mencapai 10 ribu orang. Bukan hanya umat muslim, melainkan juga nonmuslim.
BACA JUGA: Capai Puncak 3.700 Meter, Tertinggi di Ajang Balap Dunia
Antrean panjang terlihat di mana-mana. Hampir semua gerai makanan dan minuman dibanjiri calon pembeli. Saya harus rela antre berdiri hampir dua jam hanya untuk mendapatkan satu porsi nasi biryani, makanan khas negara-negara Asia Selatan, yang dibanderol USD 5 (sekitar Rp 55 ribu). Itu pun merupakan porsi terakhir yang dimiliki si penjual. Calon pembeli di belakang saya tidak kebagian.
Banyak pengunjung yang harus balik badan dengan tangan hampa meski sudah antre berjam-jam di bawah terik matahari. Mereka akhirnya membeli makanan di pusat perbelanjaan yang lokasinya tidak jauh dari lokasi acara. Atau ke restoran halal di kota lain yang terdekat, seperti di Fremont dan San Jose. Maklum, dua jam sebelum acara usai, beberapa gerai sudah mulai kehabisan stok makanan.
Jumlah pengunjung yang membanjir tersebut membuat para penjual makanan dan minuman kelabakan. "Kami tidak menyangka jumlah pengunjungnya akan sebanyak ini. Stok makanan yang kami bawa tidak sebanding dengan jumlah pengunjung," ungkap Ray, kru Padi Restaurant & Catering, yang berjualan di lokasi acara.
Panitia terpaksa juga mencetak token tambahan untuk memenuhi kebutuhan calon pembeli. Semua transaksi di Halal Fest dilakukan dengan menggunakan token pecahan USD 1 (sekitar Rp 11 ribu) dan USD 5 (Rp 55 ribu). Tidak boleh menggunakan uang tunai. Pengunjung dapat membeli token tersebut secara online sebelum acara atau langsung di lokasi acara pada hari H di beberapa titik yang telah ditentukan.
Berbagai menu ditawarkan para penjual di arena Halal Fest. Tinggal pilih: mau menu khas negara-negara muslim atau makanan gaya Amerika dan Meksiko yang berbahan baku halal seperti burger, donat, cupcake, pai, hotdog, burrito, tacos, maupun daging asap serta daging bakar. Ada 18 gerai makanan dan minuman yang berjejer rapi. Mereka menempati tenda-tenda putih berukuran 2,5 x 2,5 meter. Ada juga yang menggunakan food truck, berjualan langsung dari truk yang diubah menjadi semacam toko.
Panitia mendirikan kurang lebih 50 tenda di area festival. Selain makanan dan minuman, beberapa tenda juga dipakai untuk berjualan baju-baju muslim, lukisan kaligrafi di atas kertas papirus dari Mesir, dan tenda untuk gerai lembaga-lembaga nonprofit maupun lembaga pendidikan yang dimotori umat muslim di AS. Sebagai arena rekreasi keluarga di akhir pekan, panitia Halal Fest juga menyediakan arena bermain bagi anak-anak dan panggung hiburan yang menampilkan lagu-lagu religius.
"Saya mendapatkan ide penyelenggaraan event ini ketika berkunjung ke New York beberapa bulan lalu. Saya melihat banyak food truck dan gerai yang menjual makanan halal," ungkap Irfan. "Lalu saya berpikir kenapa kita tidak melakukannya di sini (di California, Red)," lanjut pria yang menyebut dirinya sebagai pemburu makanan halal tersebut.
"Kami tidak menyangka banyak orang yang tertarik untuk menikmati makanan halal. Jumlah pengunjungnya juga selalu di luar perkiraan," papar Sameer Sarmast, salah seorang penggagas festival makanan halal pertama di AS. Sameer merupakan pembawa acara Sameer's Eats, tayangan berbasis web yang populer di kalangan umat muslim di AS.
Halal Fest di Newark diklaim Irfan sebagai event terbesar umat muslim di AS, setidaknya dalam satu dekade terakhir. "Dan ini merupakan kali pertama di AS bahwa sebuah festival makanan halal digabung dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri," jelas pria yang sehari-hari berprofesi sebagai arsitek tersebut.
Kegemaran Irfan berburu makanan halal tak lepas dari keyakinan dirinya bahwa terdapat manfaat spiritual dari jenis makanan itu. "Jika Anda memasukkan sesuatu yang baik ke dalam tubuh Anda, hal-hal yang baik akan terjadi pada hidup Anda," tegasnya.
Partisipasi Warga Indonesia
Salah satu gerai yang diserbu pengunjung Halal Fest adalah Padi Restaurant & Catering milik Jimmy Sujanto, warga Indonesia. Makanan yang dijualnya sudah ludes dua jam sebelum acara berakhir. Gerai milik Jimmy menjual sate, tempe goreng, nasi rames, rendang, kare ayam, dan kue tar nanas. Jimmy berpartisipasi karena mendapatkan undangan dari panitia.
Jimmy memulai usaha di Bay Area sekitar dua tahun lalu. Pria asal Palembang itu mengawalinya dengan membuka usaha katering sebelum akhirnya membuka restoran beberapa bulan lalu di San Leandro dan disusul restoran keduanya di Berkeley, tempat banyak orang Indonesia berkuliah di University of California. Tulisan halal terpampang di jendela kaca restorannya di Berkeley.
"Kalau ada acara dan membutuhkan katering, silakan menghubungi kami. Kami siap mengantarkannya sampai ke lokasi acara," kata Jimmy sambil menyodorkan kartu nama.
Pengalaman Jimmy di bidang kuliner cukup panjang, sekitar 31 tahun. Sebelum memulai usaha restorannya sendiri, dia pernah menangani beberapa restoran di kota-kota lain seperti di New York, New Jersey, Jakarta, dan Bali. Dia menjadi personal chef di WWOR TV New Jersey sejak 1986 hingga 1993, yang melayani semua staf dan bintang tamu stasiun televisi tersebut. Salah satunya mantan Presiden AS Bill Clinton.
Partisipasi warga Indonesia juga mewarnai panggung hiburan Halal Fest. Grup Shalawat Nasheed yang terdiri atas 12 personel mendapatkan kesempatan tampil dua kali. Mereka menyanyikan lagu-lagu religius dengan diiringi gitar dan rebana. Grup ini beranggota keluarga kelompok pengajian warga Indonesia di Bay Area.
Bukan hanya itu, di arena Halal Fest saya juga bertemu dengan Lisa Colvig-Amir, warga lokal yang menikah dengan orang Indonesia. Di sana dia berjualan barang kerajinan dan suvenir khas Bali. "Suamiku wong Jowo (Jawa)," ungkap Lisa menggunakan bahasa Indonesia yang fasih.
Dia pernah berkuliah di IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang) pada 1995-1999. "Saya dulu tinggal di Sengkaling," ucapnya.
Suami Lisa berasal dari Surabaya dan berkuliah di Universitas Brawijaya Malang. Selama di AS, Lisa mengaku aktif dalam kelompok arisan warga Indonesia yang tinggal di Bay Area.
Hidup di kota dingin Malang selama lima tahun tampaknya cukup berkesan bagi Lisa. Ketika saya hendak beranjak meninggalkan gerainya, Lisa sempat-sempatnya meneriakkan "Hidup Arema..." sambil mengepalkan tangan kanannya. Rupanya, Lisa tidak bisa melupakan kenangannya menjadi warga Malang dengan klub sepak bolanya. (*/c9/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Etape Pertama, Team Sky Jualan Mesin Kopi
Redaktur : Tim Redaksi