jpnn.com, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode 2013—2015 Hamdan Zoelva menanyakan tiga hal terhadap para pengusul maupun pendukung amendemen UUD 1945.
Pertama, apa urgensi dilakukannya amendemen UUD 1945?
BACA JUGA: Hasil Survei: Elektabilitas Ganjar Mengalahkan Prabowo dan Anies
Kemudian, apa masalah besar bangsa dan negara saat ini?
Lalu, apakah masalah besar bangsa dan negara saat ini sumber persoalannya dari masalah konstitusi?
BACA JUGA: Hasil Survei: Elektabilitas PDIP Tertinggi, PKB di Urutan Ketiga!
"Saya kira tiga pertanyaan itu harus dijawab sehingga kelihatan urgensi atau enggak," ujar Hamdan Zoelva dalam acara bertema 'Perlukah Amendemen UUD untuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)?'
Acara tersebut disiarkan melalui kanal YouTube Salam Radio Channel, Jumat (20/8).
BACA JUGA: Mega Pasang Badan Buat Jokowi, Ari Singgung Umpatan Sarkasme
Menurut Hamdan, masalah besar bangsa saat ini yang paling nyata adalah pandemi COVID-19 yang melanda Tanah Air sejak Maret 2020 hingga Agustus 2021.
Wabah berimbas pada masalah ekonomi, kemudian berpotensi penambahan jumlah penduduk yang miskin dan masalah-masalah sosial lainnya.
"Apakah masalah itu karena persoalan UUD? Apakah masalah itu tidak adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau PPHN, nama lain dari GBHN?"
"Kalau saya menyatakan dengan sederhana, bukan persoalan di konstitusi. Masa masalah pandemi sumber dari konstitusi? Masa masalah-masalah ekonomi krusial masalahnya di konstitusi," ucap Hamdan.
Hamdan juga mempertanyakan penjelasan pimpinan MPR yang sebelumnya menyebut tidak ada GBHN mengakibatkan tidak konstannya pembangunan atau selalu berubah-ubah.
Hamdan balik bertanya apakah yang berubah itu gegara konstitusi atau politikusnya yang berubah-ubah?
Dia lalu menyimpulkan bahwa politikus mengambil persoalan hanya di sisi 5 tahunan, padahal konstitusi itu panjang.
Kalau hanya 5 tahunan, pasti akan berubah-ubah, tidak mungkin konstan.
"Apakah ada yang membuat suatu kebijakan negara itu konsistensi?" kata Zoelva.
Zoelva juga lantas menyebut Undang-Undang Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005—2025.
Dia menyayangkan, karena tidak pernah dilihat sehingga tak konsisten.
"Lagi pula, kebijakan politik kita selalu kepentingan jangka pendek, sering terabaikan hal-hal yang strategis dan jangka panjang."
"Inilah kultur konstitusional yang harus dibiasakan," katanya.
Hamdan lebih lanjut menyebut hasil risetnya menyatakan bahwa sumber persoalan tidak konsistennya pengambilan kebijakan politik, bukan bersumber dari konstitusi.
Karena itu tidak ada urgensi mengamendemen UUD 1945 dengan menambah PPHN.(Antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang