Hanya 2 Pihak Ini yang Diuntungkan dari RUU Cipta Kerja

Rabu, 07 Oktober 2020 – 20:27 WIB
Aksi protes RUU Omnibus Law Cipta Lapangan kerja. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU disebut hanya menguntungkan pihak investor dan pekerja asing.

Hal itu disampaikan langsung oleh pengamat politik dari Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie.

BACA JUGA: RUU Cipta Kerja, Pengusaha Dilarang PHK Buruh yang Menikah dengan Teman di Satu Perusahaan

"Memang UU ini agak kontroversi. Paling diuntungkan justru investor dan pekerja asing. Omnibus Law soal Ketenagakerjaan memudahkan izin kerja tenaga asing," kata Jerry, di Jakarta, Rabu.

Hal itu, lanjutnya, tertuang dalam Pasal 42 ayat 1, di mana tenaga asing hanya perlu Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk bekerja di Indonesia, tanpa Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) seperti diatur di beleid sebelumnya.

BACA JUGA: MUI Kecam Pengesahan RUU Cipta Kerja, Anwar: Oligarki Politik Makin Jelas

Mengenai status kerja kontrak, kata Jerry, perusahaan bisa membuat karyawannya sebagai pekerja kontrak seumur hidup sebagaimana tertuang dalam Pasal 61A.

Dalam pasal 61A ini, ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang memiliki hubungan kerjanya berakhir karena sudah jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.

BACA JUGA: Rihanna Minta Maaf soal Lagu Hadis Nabi di Peragaan Pakaian Dalam

Aturan tentang perjanjian itu dinilai akan merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan.

RUU Cipta Kerja juga menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja.

Di Pasal 79 Ayat (2) poin b RUU menyebutkan, istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Kemudian, Pasal 88 C, (1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

Tak sedikit pihak yang khawatir akan poin ini, pemerintah tengah berupaya menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), termasuk upah minimum sektoral.

"Jika merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pekerja tidak bisa menerima upah di bawah standar minimum," ungkap Jerry. 

Menurut Direktur Eksekutif P3S ini, yang paling dirasakan dirugikan atas Omnibus Law Ciptaker ini adalah kaum buruh.

"Ini akan berdampak buruk dalam pemerintahan saat ini. Paling tidak pasal-pasal yang tak sesuai dan merugikan jangan dimasukan. Justru UU ini jauh dari harapan buruh. Kalau tidak dihentikan demo akan berlanjut dan Covid-19 bisa bertambah," paparnya.

Jerry pun menyarankan agar pasal-pasal kontroversi ditinjau lagi, baik melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) maupun melalui langkah lainnya.

"Dalam hal ini bisa political interest (kepentingan politik) yang lebih diuntungkan," kata Jerry.

Presiden Jokowi pun bisa mengundang perwakilan buruh, mahasiswa dan lainnya yang menolak agar semua aman dan damai.

"Tetapi, semua harus sesuai protokol kesehatan," tuturnya. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler