RUU Cipta Kerja, Pengusaha Dilarang PHK Buruh yang Menikah dengan Teman di Satu Perusahaan

Rabu, 07 Oktober 2020 – 17:47 WIB
Ilustrasi RUU Cipta Kerja membuka lapangan kerja bagi milenial. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - RUU Cipta Kerja yang telah disahkan dalam Rapat Paripuna DPR mengatur tentang sejumlah ketentuan larangan perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh atau pekerja.

Salah satunya, adalah perusahaan dilarang mem-PHK buruh yang memiliki ikatan perwakilan dengan buruh lainnya di dalam satu perusahaan tersebut. Hal itu tercantum dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f. 

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Apakah Ini 7 Hal Mengerikan di UU Ciptaker? Azis Tepis Hoaks, Jokowi Bawa Oligarki

Pasal 153 UU Ciptaker klaster ketenagakerjaan, yang mengubah Pasal 153 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dikutip dari naskah UU Ciptaker, Pasal 153 Ayat 1 menyatakan pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:

a.      Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui dua belas bulan secara terus-menerus.

BACA JUGA: Seruan PP Muhammadiyah soal RUU Cipta Kerja

b.      Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c.      Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

BACA JUGA: Luar Biasa! Azis Syamsuddin Dapat Puluhan Ribu Komentar Usai Pimpin Paripurna RUU Cipta Kerja

d.      Menikah.

e.      Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

f.        Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

g.      Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

h.      Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.

i.        Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

j.        Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Pada Ayat 2 ditegaskan bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Merujuk UU Ketenagakerjaan, juga sudah ada ketentuan yang melarang pengusaha mem-PHK buruh yang memiliki ikatan perkawinan dengan buruh lainnya, tetapi ada pengecualiannya. Pasal 153 Ayat 1menyatakan pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:

a.      Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui  dua belas bulan secara terus-menerus.

b.      Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c.      Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

d.      Pekerja/buruh menikah.

e.      Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

f.      Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.

g.      Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

h.      Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.

i.        Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan .

j.      Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Pada Ayat 2 ditegaskan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Ketua Panja RUU Ciptaker yang juga Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa RUU Ciptaker merupakan RUU yang disusun dengan menggunakan metode Omnibus Law yang terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal yang berdampak terhadap 1203 Pasal dari 79 UU terkait dan terbagi dalam 7197 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

RUU tentang Cipta Kerja hasil pembahasan terdiri dari 15 Bab dan 185 Pasal. “Yang berarti, mengalami perubahan dari sebelumnya 15 bab dan 174 Pasal,” kata Supratman membacakan laporan hasil pembahasan dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10).  

Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin kemudian menyetujui RUU Ciptaker menjadi UU. Meski demikian, Fraksi Partai Demokrat dan PKS menyatakan menolak. Partai Demokrat bahkan memilih walk out. Fraksi PAN menerima dengan catatan.  Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, dan PPP, menerima dengan bulat. (boy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler