Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menghadirkan satu ahli dalam sidang lanjutan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) Indonesia 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (20/6/2019). KPU meyakini tidak ada satu saksi pemohon yang relevan untuk dibantah, namun langkah ini dinilai terlalu percaya diri. Poin utama:KPU hanya hadirkan satu ahli dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 di MK Langkah KPU dengan satu ahli dinilai terlalu percaya diri karena ahli hanya menjelaskan soal Situng dan tidak mencakup isu DPT KPU tegaskan isu DPT sudah dijelaskan dalam sidang sebelumnya
BACA JUGA: Pendukung Jokowi dan Prabowo Sama-sama Bermain Hantu Orde Baru
Ketua tim hukum KPU -sebagai pihak termohon dalam sidang sengketa Pilpres - Ali Nurdin mengatakan saksi yang dihadirkan oleh pihak pemohon, yakni Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, justru menguatkan pihak mereka.
"Saksi-saksi pemohon justru menguatkan kami. Karena misalnya, saksi yang ada di Jawa Timur itu hanya dua, saksi di Sidoarjo dan di Surabaya.
BACA JUGA: Australia, Inggris dan Jepang Juga Menerapkan Sistem Zonasi Sekolah
"Saksi di Surabaya itu terkait DPT (Daftar Pemilih Tetap) fiktif di satu kompleks. Ternyata kan DPT fiktif itu kan tidak menggunakan hak pilihnya.
"Kecuali mereka menggunakan hak pilihnya, dibiarkan oleh KPU misalnya. Baru kami menghadirkan untuk membantah hal itu."
BACA JUGA: 70 Juta Orang di Dunia Dipaksa Tinggalkan Rumahnya Karena Konflik dan Perang
Dalam sidang lanjutan di MK (20/6/2019), KPU hanya menghadirkan satu ahli IT (Informasi Teknologi), yakni Marsudi Wahyu Kisworo, untuk memberikan keterangan.
Marsudi menjelaskan mengenai Situng atau Sistem Informasi Perhitungan yang banyak dipertanyakan oleh tim BPN.
Melalui keterangannya, Marsudi mengatakan Situng yang sesungguhnya berada di dalam gedung KPU yang hanya bisa diakses dari dalam KPU dan merupakan sistem intranet dalam KPU.
"Kalau saya mau merekayasa, Saya tidak dari Situng tapi dari rekapitulasi berjenjangnya. Tapi saya kira itu akan sangat sulit," ungkap Marsudi, mantan Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, ini.
Situng dengan website Situng berbeda. Kalau yang dimaksud website, benar. Kalau situng tidak bisa diakses dari luar karena kita harus masuk ke kantor KPU baru bisa akses ke sana," paparnya di sidang yang dimulai (20/6/2019) pukul 13.00 WIB tersebut.
Marsudi membantah jika data yang ada di Situng menguntungkan salah satu pihak pasangan calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden. Ia pun menjamin keamanan Situng.
"Kalau sistem ini mau diretas, mau dimasukin, mau dibom juga tidak apa-apa karena 15 menit juga refresh yang baru lagi. Itulah keamanan yang kita buat Situng," dalihnya.
"Kita bisa melakukan apa saja ke website Situng tapi tak berdampak lama, 15 menit lagi balik semula lagi," imbuh Profesor pertama dalam bidang Teknologi Informasi di Indonesia ini.
Hanya dihadirkannya Marsudi sebagai ahli dari pihak KPU sebagai termohon dalam sidang sengketa Pilpres 2019 begitu disayangkan pakar tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar.
Zainal mempertanyakan mengapa KPU hanya menghadirkan satu orang yang hanya membicarakan Situng sementara MK memberi porsi 15 saksi dan 2 ahli.
"Walaupun memang porsi ini silahkan KPU kelola atau tidak, tapi dua hal yang pasti di wilayah KPU itu kan soal data, soal situng sama soal DPT."
"Mengapa kemudian KPU tidak banyak mengelola itu dan hanya menghadirkan satu orang dan satu orang itu lebih banyak bicara soal Situng dan Situng-nya itupun lebih banyak soal peta dasarnya Situng bukan pengambil kebijakan."
"Bukan pengelola langsung dari proses situng," sebutnya dalam sebuah dialog di salah satu TV nasional pasca sidang (20/6/2019).
Zainal menduga KPU merasa terlalu percaya diri akan posisinya dalam kasus ini.
"Bahwa yang diserang ke dia (KPU) yang dia rasa penting itu cuma Situng. Cuma hanya Situng yang dijelaskan karena dia merasa barangkali penjelasan DPT-nya sudah cukup, penjelasan soal Ma'ruf Amin-nya sudah cukup."
"Padahal bayangan saya kalau ada orang lain yang menjelaskan akan lebih baik, jauh lebih kuat."
Ia menilai, langkah itu bisa saja melemahkan atau justru menguatkan pembuktian di hadapan hakim.
"Tapi andai KPU menggunakan seluruh kesempatannya yang diberikan dan menyisir dengan baik permohonan yang diarahkan ke dia, barangkali bayangan saya akan jauh lebih kuat dibanding yang ditampilkan hari ini."
"Tapi barangkali KPU sudah percaya diri. Mungkin karena menganggap permohonan tidak terlalu kuat-kuat amat sebenarnya." Photo: Ahli yang dihadirkan KPU dalam sidang MK (20/6.2019), Marsudi Wahyu Kisworo. (Supplied)
Ketika dihubungi ABC, Ketua KPU, Arief Budiman, mengatakan keterangan ahli sudah cukup bagi pihaknya karena persoalan DPT, misalnya, sudah tercakup dalam pembahasan sebelumnya.
"Cukup ahli yang kita hadirkan."
"(Kalau soal DPT) Sudah dijelaskan sidang sebelumnya. KPU kan juga sudah menjawab dan bertanya. Sudah cukup untuk memberikan informasi kepada majelis hakim MK," kata Arief melalui pesan teks (20/6/2019).
Sementara itu, anggota tim hukum BPN, Iwan Satriawan, menyampaikan pihaknya benar-benar mempertanyakan tentang DPT. Dalam sidang sebelumnya yang berakhir Kamis (20/6/2019) dini hari, ahli yang dihadirkan BPN mengatakan adanya DPT siluman atau DPT fiktif.
"DPT fiktif ini ada hubungannya dengan pemilih. Kalau banyak DPT yang fiktif, data fiktif itu bisa dipakai orang untuk milih."
"Kalau banyak digunakan oleh pemilih siluman itu, itu akan memengaruhi suara dan selisihnya 22 juta, sangat signifikan," jelas Iwan selepas sidang MK.
"Dan hari ini, KPU tidak mengajukan ahli tandingan yang bisa membantah apa yang dikatakan ahli kami sebelumnya," sambungnya.
Meski menghadirkan profesor, menurut Iwan, kewenangan ahli itu hanya terbatas mendesain Situng saja.
"Bagaimana berikutnya beliau mengatakan tidak bertanggung jawab. Nah sampai sekarang KPU tidak bisa menjawab itu."
"Tadi hakim juga menanyakan apa yang mereka lakukan untuk menjamin sistem informasi mereka agar Situng itu safe, sehingga ketika mereka menampilkan data suara ke publik, itu bisa dipakai sebagai pegangan."
"Jadi enggak bisa mengatakan itu enggak penting."
Sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi dilanjutkan Jumat (21/6/2019) dengan agenda keterangan saksi dan atau ahli dari pihak terkait, dalam hal ini paslon 01 Jokowi-Amin.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Universitas Singapura Peringkat 1 Asia, Universitas di Indonesia Peringkat 300-an Dunia